Minggu, 06 September 2015
KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah subhanahu wa ta’ala yang diutus untuk menyampaikan syariatNya, mengajak seluruh umat manusia beribadah hanya kepada Allah semata. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam suri teladan bagi kaum muslimin seluruhnya, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. Yaitu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat juga banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pula yang kita jadikan contoh di dalam memperhatikan ibadah yang sangat agung: shalat. Di dalam kisah akhir wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terdapat pelajaran-pelajaran yang sangat bermanfaat berkaitan dengan shalat yang membekas pada diri kaum muslimin.
Akhir shalat yang dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kaum muslimin adalah shalat Zuhur di hari Kamis. Setelah itu, beberapa hari kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat melaksanakan shalat berjamaah bersama kaum muslimin dikarenakan semakin parahnya sakit yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam derita.
Adalah Abu Bakar Ash Shiddiq yang menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengimami kaum muslimin. Maka, pada waktu Subuh hari senin, tepatnya empat hari setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat di rumahnya, disingkap tirai kamar beliau, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat melihat para sahabat.
Itulah akhir beliau memandang para sahabat di dalam masjid. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,
“Sesungguhnya Abu Bakar mengimami para sahabat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditimpa sakit yang parah yang dengannya beliau wafat. Maka, ketika hari Senin, para sahabat sudah berdiri bersaf-saf (untuk menegakkan shalat), beliau pun menyingkap tirai kamarnya dan melihat kepada kami, lalu berdiri seakan-akan wajah beliau bersinar terang kemudian tersenyum dan tertawa. Kami pun paham dan terpalingkan dikarenakan senang melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Abu Bakar pun mundur ke belakang untuk masuk saf makmum. Abu Bakar menyangka bahwa Nabi akan keluar untuk shalat berjamaah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengisyaratkan kepada kami untuk menyempurnakan shalat. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup kembali tirai dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat pada hari itu.”
Perhatikanlah oleh kita semua. Ambil pelajaran dari hadits ini.
Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, melihat kepada umatnya di masjid. Bisa dikatakan itu adalah tatapan perpisahan kepada para sahabat, ketika mereka sedang melaksanakan ibadah yang sangat agung, shalat berjamaah di masjid. Hal inilah yang membuat sejuk pandangan beliau, ketika melihat umatnya berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum menunjukkan kebahagiaan dan sejuknya hati beliau.
Bukan kisah di atas saja, bagaimana perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap shalat di akhir hidupnya. Dalam riwayat Imam Ahmad dalam Al Musnad miliknya, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,
“Adalah akhir perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Perhatikanlah shalat. Perhatikanlah shalat dan bertakwalah kalian terhadap hamba sahaya yang kalian miliki’.”
Datang pula dari sahabat Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kebanyakan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau akan di jemput ajalnya berupa,
“Perhatikanlah shalat! Perhatikanlah shalat! Dan hamba sahaya yang kalian miliki.”
Keterangan-keterangan di atas menunjukkan agungnya kedudukan shalat di dalam Islam dan besarnya perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya.
Di antara hal yang menunjukkan pula tingginya kedudukan shalat di dalam Islam, Allah subhanahu wa ta’ala khususkan shalat di antara kewajiban-kewajiban yang lain. Diangkat Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam ke atas langit ketujuh, Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan shalat langsung dari atas tujuh lapis langit, Nabi mendengar langsung perintah shalat dari Allah subhanahu wa ta’ala tanpa perantara yang lain (dari para malaikat).
Pada awalnya, Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan bagi umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 50 waktu shalat. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa meminta keringanan atas usulan Nabi Musa ‘alaihis salam, sehingga menjadi lima waktu shalat. Akan tetapi, lima kali waktu shalat secara bilangan 50 lipat dalam mendapatkan pahala.
Wahai orang-orang yang merindukan shalat, lihatlah keutamaan yang didapatkan dari menegakkan shalat. Betapa besar keutamaan yang didapat bagi mereka yang benar-benar menjaga shalatnya. Dengarkanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya yang pertama kali akan ditanya kepada seorang hamba (pada hari kiamat) dari amalannya adalah shalat. Maka, apabila diterima amalan shalatnya, akan diterima pula seluruh amalannya yang lain.”
Shalat merupakan rukun yang kedua di dalam Islam dan tiangnya agama. Sebagaimana seseorang akan membuat bangunan yang kuat, hendaknya dia memperkuat tiang dan pondasinya, sehingga bangunan berdiri kokoh dan indah.
Berbeda, jika seandainya dia tidak memperkuat tiang bangunannya. Dia mengabaikannya. Tidak lama bangunan indah tersebut akan runtuh dan ambruk.
Begitu pula amalan ibadah ketaatan kepada Allah, hendaknya bagi seorang muslim memperhatikan dan menjaga shalatnya sebagai tiang agama. Dengan itu, agamanya menjadi kokoh, keimanannya kuat, amalan-amalan ibadahnya di terima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Siapa saja yang menjaga shalat, dia telah menjaga agamanya. Begitu pula orang yang menyia-nyiakan shalat. Dia telah menyia-nyiakan agamanya.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
“Siapa saja tidak menegakkan shalat, maka tidak ada agama pada dirinya”.
Ucapan Abdullah bin Mas’ud ini semakna dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Pembeda antara Islam dan kekufuran adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkannya, maka dia telah kafir.”
Karena itu, tidak selayaknya bagi seorang muslim untuk tidak menyepelekan perkara shalat, meninggalkannya tanpa ada alasan yang dibolehkan oleh syariat dan mempermainkan ibadah yang mulia ini. Seorang muslim adalah orang yang paling memperhatikan shalat, berusaha untuk menegakannya dengan sempurna.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi kekuatan untuk terus dapat menegakkannya. Allahumma Amiin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar