Selasa, 25 Agustus 2015

KEWAJIBAN MENAFKAHI ANAK ITU SIAPA ?

Dalam ajaran Agama Islam memberi nafkah kepada istri dan anak dimasukkan dalam kategori ibadah. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Rasulullah SAW telah bersabda kepadanya, “Engkau tiada memberi belanja demi mencari ridha Allah, melainkan pasti diberi pahala, sekalipun yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.” (HR. Bukhari Muslim)
Bahkan nilai menghidupi anak dan istri itu lebih utama dari pada menyumbangkan harta demi perjuangan Islam sekalipun, sementara anak dan istri kelaparan. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Satu dinar yang engkau belanjakan untuk perang di jalan Allah dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk istrimu, yang paling besar pahalanya ialah apa yang engkau berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari Muslim)
Istri berhak untuk mendapatkan belanja sewajarnya, tergantung seberapa besar kemampuan suami. Contohnya soal pangan dan pakaian. Kalau suami punya jatah makanan daging dan keju misalnya, maka istri berhak pula untuk mendapatkan makanan sekualitas itu. Sebaliknya bila sang suami cuma mampu membeli nasi dan ikan asin, istri pun tak boleh menuntut untuk bisa makan ayam.
Begitu pula dalam hal memberi pakaian, harus yang sekualitas. Bukan karena alasan suami sering keluar rumah, lantas dibelinya jas kemeja yang mahal-mahal sementara istrinya di rumah dibelikan daster butut.
Abu Sufyan adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang cukup berada. Sayangnya, ia tergolong pelit. Saking pelitnya, ia terlalu sedikit memberikan nafkah belanja kepada istrinya. Sang istri pun nekad, mencuri dari saku suaminya.
Dari Aisyah diceritakan, Hindun, istri Abu Sufyan berkata kepada Nabi, “Sungguh Abu Sufyan adalah orang yang kikir. Ia tidak memberiku belanja yang mencukupi bagi diriku dan anaknya, sehingga aku terpaksa mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya.” Nabi pun menanggapi, “Ambillah sebanyak yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetapi sekali lagi, tetap disesuaikan dengan kemampuan suami. Istri yang baik tak akan merengek-rengek meminta sesuatu yang tak kuat dibeli oleh suaminya. Allah menerangkan dalam surah Ath-Thalaaq ayat 7 : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Emansipasi yang didengungkan di zaman sekarang, telah mengeser peran utama seorang wanita bahkan seorang istri. Dimana para wanita (istri) lebih banyak menghabiskan waktu dengan kesibukannya berkarir untuk membantu suami atau hanya sekedar mencari kesibukan semata, padahal suami telah mencukupinya. Lalu bagaimana dengan istri yang bekerja dan dari pekerjaannya itu ia bisa menopang biaya hidupnya? Apakah suami tetap berkewajiban memberi nafkah?
Istri meminta atau tidak, memberi nafkah tetap menjadi tanggung jawab seorang suami. Apakah kalau istri tidak minta lantas suami cuma ongkang-ongkang? Enak betul kalau begitu.
Kendati istrinya berharta sekalipun, atau bergaji yang lumayana besar, tanggungjawab suami tidak gugur begitu saja. Ia wajib untuk tetap bekerja sekuat tenaga, walau dengan hasil minim, demi memenuhi tugas berat ini. Alangkah malunya bila sang istri sibuk dengan kerjanya di kantor sementara suaminya berleha-leha.
Dalam Islam, wanita benar-benar mendapatkan kedudukan sepantasnya yang amat terhormat. Perkawinan tidak mengubah kedudukannya menjadi budak suami. Ia tetap mempunyai hak-hak pribadi yang tak boleh diganggu walau oleh suami. Misalkan dalam hal harta kekayaan.
Istri yang berasal dari keluarga kaya, bisa jadi mendapat pesangon yang cukup besar dari keluarganya saat akan menikah. Atau didapatnya harta waris yang banyak dari orang tuanya yang meninggal dunia. Maka, Islam mengakui bahwa ia berhak memiliki sendiri hartanya tersebut. Demikian pula aturannya bila istri bekerja dan mendapat penghasilan atas kerjanya itu, maka akan dimasukkan dalam harta pribadinya.
Harta gono-gini (istilah Jawa), yaitu harta milik bersama suami istri yang didapat dari hasil gaji keduanya selama setelah pernikahan, tak ada dalam Islam. Bila istri berpenghasilan, maka bukan lantas milik bersama, tetapi tetap jadi haknya pribadi. Mengenai kerelaan istri untuk memberikan hartanya kepada suami, itu masalah lain, dan dinilai sebagai sedekah.
Adalah sepasang suami istri, Zainab dan Abdullah bin Mas’ud. Sang suami tergolong orang fakir, sementara istrinya memiliki harta pribadi yang lumayan, yang ingin ia sedekahkan. Maka ia pun mendatangi Rasulullah ditemani seorang wanita yang punya kepentingan sama. Ketika di depan rumah beliau mereka bertemu Bilal, berkata Zainab, “Katakanlah kepada beliau bahwa ada dua orang perempuan yang akan bertanya apakah cukup kalau harta mereka diberikan kepada suami mereka dan kepada anak yatim di rumah-rumah mereka? Tolong jangan kau katakan siapa kami.”
Bilal pun masuk dan menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Lebih dahulu beliau bertanya siapakah wanita itu. Bilal pun berkata, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.”
Zainab yang mana?
“Istri Abdullah bin Mas’ud.”
“Mereka berdua akan mendapatkan dua pahala. satu pahala ibadah dan satu pahala sedekah,” (HR. Bukhari & Muslim)
Bagi para wanita, ada kehormatan tinggi tersendiri. Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk mencari nafkah. Bukannya menggambarkan wanita sebagai orang yang lemah dan tukang membebani laki-laki, tapi ini adalah penghormatan Islam kepada wanita sehubungan dengan tugas mereka yang amat vital di dalam rumah, termasuk mengurus anak bagi seorang istri. Melalui tangan mereka dan bukan tangan para “Ibu pengasuh” , peran istri untuk mendidik putra-putrinya hingga menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah menjadi hal yang utama .
Seorang ayah wajib membiayai hidup anak-anak perempuannya sampai ia menikah. Bila ayah tidak mempunyai kesanggupan, tanggung jawab ini beralih ke pundak saudara laki-laki.
Rasulullah berkata, “Barangsiapa menanggung belanja tiga anak putri atau tiga saudara perempuan, maka pastilah ia memperoleh surga.” (HR. Thahawi)
Bukan berarti bila saudara perempuan cuma satu lantas gugur kewajiban untuk menanggungnya. Hanya saja, belum dijamin surga. Bila ada tiga perempuan yang jadi tanggungannya, barulah surga bisa dijadikan jaminan. Kalau surga sudah dijanjikan sebagai balasan, dapat dipastikan bahwa ini adalah sebuah tugas berat.
Pada saat sang wanita menikah, tanggung jawab penghidupannya ada di tangan suami. Tetapi jika jadi janda, ia kembali menjadi tanggung jawab ayah dan saudara laki-lakinya. Dan bila tak ada seorang pun yang bisa menanggungnya, maka negara lah yang wajib memikirkannya.
Sedangkan kepada anak laki-laki, kewajiban orang tua menafkahi sampai mereka dewasa dan dianggap mampu mencari penghasilan sendiri. Seorang anak laki-laki yang sudah mencapai umur produktif, hendaknya jangan terus menggantungkan diri kepada orang tua. Belum lulus kuliah, bukanlah satu alasan yang tepat untuk menganggur. Harus diupayakan kuliah sambil bekerja, seberat apapun pekerjaan itu.
Anjuran Islam ini, ternyata diterapkan di negara-negara Eropa dan Jepang. Anak laki-laki di sana merasa malu kalau masih hidup satu rumah dengan keluarganya. Biasanya mereka akan memisahkan diri dengan menyewa flat sederhana. Di sanalah ia belajar bekerja menghidupi diri sendiri sambil menjalani kuliah. Ada yang cuma jadi tukang cuci piring, tukang sapu atau penjual minuman, tetapi mereka bangga dengan hasil keringat sendiri. Hanya sayangnya, kesendirian mereka itu memberikan kesempatan untuk bebas semaunya, termasuk dalam urusan sex mereka.
Seorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Pekerjaan macam mana yang baik ya Rasulullah?” jawab beliau, “Seorang yang bekerja dengan tangannya sendiri.” (HR. Bazzar)
Laki-laki dewasa yang tidak mau bekerja itu tercela dalam Islam. Mereka yang masih membebani orang tua, sama halnya merampas hak bagi adik-adiknya yang lain. Lalu sepeti apa sebenarnya peran bersama antara suami dan istri dalam rumah tangga agar terwujud satu keluarga yang sakinah, mawadah, warormah. AlQur’an sebenarnya telah memuat semua itu sebagai garis panduan seorang muslim :
- Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
- Saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
- Menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
- Saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih).<<>>
Silakan baca Juga Artikel "MANFAAT KULIT MANGGIS SEBAGAI ANTI OKSIDAN"

BAGAIMANA HAK ASUH ANAK TIRI ?



Mengenai pemeliharaan (pengasuhan) anak, Pasal 105 KHI menyatakan batasan usia anak yang belum mumayyiz (masih di bawah umur) adalah anak yang belum berumur 12 tahun. Apabila terjadi perceraian, maka hak asuh anak yang belum mumayyiz ada pada ibunya, sedangkan bila anak sudah mumayyiz dia dapat memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Dengan kata lain, yang paling berhak mengasuh (memelihara) anak adalah ayah atau ibu kandung si anak.


Secara syariah, anak dari suami menjadi mahram bagi istri. Ikatan mahram ini karena adanya pernikahan ayahnya dengan seorang wanita yang bukan ibunya. Sayangnya, dalam pertanyaan Anda tidak terdapat keterangan karena alasan apa hak asuh anak berada di tangan si suami, apakah karena putusan pengadilan agama ataukah cerai mati? Apabila karena putusan pengadilan agama akan menjadi dasar yang cukup bagi si istri untuk memintakan penetapan hak asuh atas anak tersebut ke pengadilan agama.


Pasal 156 KHI mencantumkan tingkatan derajat yang dapat menggantikan kedudukan hadhanah dari ibu karena meninggal dunia:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.


Kami menyarankan juga kepada si istri untuk terlebih dahulu mencari keluarga dari ibu kandung si anak guna membicarakan pengasuhan si anak dengan pertimbangan kemaslahatan si anak.


Menghadapi adanya keinginan dari saudara alm. suami yang menginginkan hak asuh terhadap anak ini, si istri dapat meminta penetapan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggalnya untuk hak asuh terhadap anak tirinya. Saudara alm. si suami terhalang mendapatkan hak asuh terhadap anak ini bila masih ada wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu dan si istri (ibu tiri) sendiri karena sebab pernikahan dengan ayahnya si anak.


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) juga mengatur tentang perwalian anak pada Pasal 229 jo. Pasal 230b KUHPerdata, yakni ke Pengadilan Negerilah diajukan permohonan penetapan tentang perwalian anak, bila si istri tidak beragama Islam.


Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa salah satu prinsip perlindungan anak adalah ‘the best interest of the child’ alias ‘kepentingan terbaik bagi anak.’ Mendengarkan keinginan dan pendapat anak adalah salah satu perwujudan prinsip perlindungan anak.

Dasar hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

PERNIKAHAN MUHAMMAD DAN KHADIJAH

Ia adalah Khadijah binti Khuwailid ibnu Asad ibnu Abdil Uzza ibnu Qushay.Khadijah muda adalah seorang gadis yang cantik dan berperilaku baik.Suami pertamanya adalah Abu Halah an- Nabbasy ibnu Zurarah at-Taymi.Pernikahan ini berakhir ketika Abu Halah wafat meninggalkan dua anak laki-laki,Hindun dan Halah!

Khadijah kemudian menikah lagi dengan Athiq ibnu Aid al-Makhzumi,dari suami kedua ini Khadijah memiliki seorang anak perempuan yang lagi-lagi diberi nama Hindun.Hindun menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Shafiy ibnu Umayyah ibnu Aidz al-Makhzumi.Keturunan Khadijah dari pernikahan keduanya ini sempat tinggal di Madinah dan sering disebut dengan Bani Thahirah yang berarti 'keturunan wanita suci'.

Pada masa Jahiliyah,Khadijah diberi gelar 'wanita yang suci' (thahirah).Setelah 2x menikah banyak lelaki yang mencoba meminangnya dengan menawarkan sejumlah besar harta sebagai maskawin.Tetapi Khadijah menolak semua pinangan itu.Perhatiannya difokuskan pada upaya mengasuh anak dan mengelola perdagangan.

Dalam dunia perdagangan saat itu,Khadijah menjadi nama yang sangat diperhitungkan.Hampir setiap kafilah memuat barang dagangannya dalam jumlah besar.Khadijah juga mempekerjakan orang-orang Quraisy yang jujur dan terpercaya untuk mengawasi barang-barang dagangannya itu.

Suatu hari Khadijah hendak mengirim kafilah dagang ke negeri Syam.Ia mencari seseorang yang dapat diutusnya ke Syam untuk mengawasi dan memimpin rombongan dagang tersebut.Saat itu masyarakat Mekkah sedang ramai membicarakan Muhammad ibnu Abdillah,seorang pemuda yang bisa menjaga kejujuran dan keluhuran budi di tengah rekan-rekan sebayanya yang sibuk berfoya-foya.Khadijah berpikir mengapa tidak Muhammad saja yang ia utus untuk menangani urusan-urusan perdagangannya di Syam?

Muhammad adalah sosok yang jujur,dan kejujuran sangat penting dalam perdagangan.Tetapi Khadijah tidak pernah mendengar Muhammad memiliki pengalaman berdagang.Pilihan itu sebenarnya beresiko.Khadijah hanya mengandalkan firasat dan nalurinya yang jarang salah.Akhirnya Khadijah pun memanggil Muhammad dan mengajaknya berbincang-bincang mengenai perdagangan.

Dalam pembicaraan itu Khadijah menangkap kesan bahwa Muhammad merupakan seorang pemuda yang cerdas,santun,pandai menjaga diri,dan berpenampilan sempurna.Muhammad terlihat begitu tenang ketika diam dan terlihat begitu berpengaruh ketika berbicara.Ia selalu memperhatikan lawan bicaranya,mendengarkannya dengan teliti,dan tidak pernah memperlihatkan sikap setengah-setengah.

Sebagai seorang pedagang yang berpengalaman,Khadijah tahu bahwa Muhammad adalah orang yang ia cari.Khadijah berkata:"Aku memanggilmu berdasarkan apa yang aku dengar dari orang-orang tentang perkataanmu yang jujur,integritasmu yang terpecaya,dan akhlakmu yang mulia.Aku memilihmu dan kubayar engkau 2x lipat dari apa yang biasa diterima oleh orang lain dari kaummu."

Muhammad pun menerima tugas itu dengan senang hati.

Khadijah juga mengamati gambaran fisik Muhammad.Cara ia berjalan menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi.Posturnya seimbang,tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi,tidak terlalu gemuk dan tidak pula terlalu kurus.Khadijah juga ingat bahwa selama berbincang dengannya,Muhammad selalu menundukkan wajahnya.Hanya sekali seingatnya Muhammad mengangkat wajahnya yaitu ketika Khadijah menawarkan tugas menjalankan urusan perdagangan di Syam.Saat itu Muhammad tersenyum,mengangakat wajahnya sedikit,mengucapkan terima kasih lalu menunduk kembali.

Muhammad memiliki kening yang lebar,dagu yang lepas,dan leher yang jenjang,dadanya bidang,matanya indah dan lebar dengan bola mata yang hitam pekat,giginya putih cemerlang.

Agak mengherankan bahwa Khadijah memperhatikan semua itu.Ketampanan dan kegagahan Muhammad memang mampu memikat banyak orang.Tetapi bukankah Khadijah memanggilnya untuk urusan bisnis?Tampaknya Khadijah tertarik kepada pribadi pemuda ini.Alangkah lembutnya keindahan yang terpancar dari wajah Muhammad.Alangkah indah senyum tipis yang menghias wajahnya.Khadijah merasa bahwa apa yang ramai dibicarakan penduduk Mekkah tentang Muhammad bukan merupakan isapan jempol belaka.

Setelah menerima tugas dari Khadijah,Muhammad bergegas menuju pamannya,Abu Thalib,untuk menceritakan tawaran kerja yang baru saja diterimanya.Abu Thalib pun turut bergembira.Ia berkata:"Ini adalah rezeki yang Allah berikan kepadamu."

Hari keberangkatan pun tiba.Penduduk Mekah,termasuk para paman Muhammad,beramai-ramai mengantar kafilah ke perbatasan kota.Kafilahpun bertolak menuju Syam.

Dalam ekspedisi dagang ke Syam ini,Muhammad dibantu oleh seorang laki-laki bernama Maysarah.Khadijah berpesan agar Maysarah tidak membantah perintah Muhammad ataupun menentang pendapatnya.

Urusan perdagangan di Syam ternyata berjalan lancar.Barang-barang habis terjual.Laba yang luar biasa besarpun didapat.Sebelum pulang,kafilah ini membeli barang-barang lain untuk dijual kembali ke Mekah.

Setelah semua urusan selesai,kafilah ini pun beranjak pulang.Sesampainya disebuah lembah------sekarang terkenal dengan nama Wadi Fathimah------di luar Mekah,Maysarah berkata kepada Muhammad:"Pergilah kepada Khadijah!Laporkan semua yang engkau alami dan keuntungan yang engkau peroleh dalam ekspedisi ini."

Muhammad lalu maju bersama para pemuda lain yang baru saja datang dari perjalanan jauh.Mereka memasuki kota diikuti kafilah yang berjalan perlahan dibelakang mereka.Para lelaki menyambut kedatangan mereka di jalan-jalan.Para wanita memandangi mereka dari atas rumah.

Saat itu siang hari.Khadijah bersama beberapa wanita lain berada disebuah ruangan dibagian atas rumahnya.Ia dapat melihat Muhammad yang sedang menunggang unta kecil berwarna merah memasuki kota.Ada 2 Malaikat menaunginya.Para wanita itu terkejut.Betapa gagah Muhammad,betapa agung wibawa yang dipancarkannya.Betapa dari jauh ia terlihat begitu indah dan mengesankan.

Sebagaimana tradisi yang biasa dilakukan para pembesar Quraisy selepas pulang dari perjalanan dagang,Muhammad pun langsung menuju Ka'bah untuk melakukan thawaf.Setelah itu barulah ia menghadap Khadijah.

Kepada Khadijah,Muhammad melaporkan semua hal yang dialaminya selama perjalanan,termasuk keuntungan besar yang diperolehnya dan barang-barang dagangan yang dibelinya di Syam.Khadijah menerima laporan itu dengan gembira.Apalagi setelah diketahui bahwa barang-barang yang dibawa dari Syam berhasil dijual di Mekah dengan keuntungan yang berlipat ganda.

Pada kesempatan lain,Maysarah juga menghadap Khadijah dan bercerita tentang hal-hal aneh yang ditemuinya sepanjang perjalanan.Ia seringkali menyaksikan awan berkumpul menaungi Muhammad yang sedang menunggang unta di padang pasir pada siang yang panas.

Suatu hari,tutur Maysarah,Muhammad sedang bernaung dibawah sebuah pohon didekat tempat pertapaan seorang rahib bernama Nasthura.Sang rahib bertanya kepada Maysarah mengenai Muhammad.Maysarah menjawab bahwa Muhammad adalah seorang pemuda yang mulia dari suku Quraisy.

Sang rahib kembali bertanya,:"Apakah ada tanda merah dimatanya?"

"Ya," jawab Maysarah.

Rahib itu kemudian berkata:"Pemuda yang duduk dibawah pohon itu adalah seorang nabi."

Pernah pula ada seorang lelaki berselisih dengan Muhammad.Maysarah menduga lelaki itu memang sengaja mencari-cari persoalan.Lelaki itu berkata kepada Muhammad:"Bersumpahlah dengan nama Lata dan Uzza!"

Muhammad menolak dan berkata:"Aku tidak pernah bersumpah dengan nama keduanya."

"Engkau benar."

Lelaki itu pergi begitu saja.Tetapi diluar pengetahuan Muhammad lelaki tadi berkata kepada Maysarah,:Orang ini,demi Tuhan,adalah seorang nabi.Para pendeta kami telah menerangkan ciri-cirinya berdasarkan apa yang mereka baca dalam kitab suci."

Maysarah juga bercerita kepada Khadijah tentang tingkah laku Muhammad disepanjang perjalanan.Semua itu menunjukkan kejujuran,keluhuran budi,dan kelembutan hatinya.

Khadijah mulai berpikir dan menimbang-nimbang semua cerita yang didengarnya itu.Ia tahu bahwa semua penduduk Mekah merasa kagum kepada Muhammad.Mereka percaya dengan kejujuran,integritas,dan kebersihan moralnya.Julukan yang beredar untuknya adalah al-amin yang berarti 'orang yang dapat dipercaya'.Khadijah sendiri mengakui bahwa Muhammad adalah pemuda yang nyaris sempurna.

Khadijah mulai bertanya-tanya.Perasaan apa yang ada didalam hatinya.Mengapa ia merasa kagum ketika melihat Muhammad memasuki kota Mekah dengan untanya?Tidak salahkah penglihatannya ketika ia menyaksikan sendiri 2 Malaikat menaungi Muhammad?Rasa gembira ketika mendengar Muhammad memperoleh keuntungan besar di Syam;benarkah rasa itu timbul hanya karena kabar keuntungan financial yang didapatnya?Bagaimana ia menyikapi cerita-cerita aneh yang dikabarkan oleh Maysarah?

Semua orang pada masa itu,termasuk Khadijah,tentu pernah mendengar ramalan para rahib mengenai seorang nabi yang akan muncul di jazirah Arab.Apakah Muhammad nabi yang ditunggu-tunggu itu?Dalam perjalanan ke Syam,Muhammad memang berhasil memperoleh laba besar dengan jumlah yang tidak pernah diperoleh oleh siapapun.Apakah hal itu berhubungan dengan statusnya sebagai calon nabi?

Sebenarnya Khadijah telah mencoba untuk tidak memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu.Tetapi,semakin keras ia berusaha untuk melupakannya,semakin sering pikiran-pikiran itu muncul dikepalanya.Dan anehnya Khadijah merasa bahagia dengan semua itu.Ia bertanya-tanya apakah pikiran itu lahir dari rasa kagum yang sama seperti apa yang dirasakan oleh orang-orang Quraisy?

Khadijah tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu.Ia seorang wanita yang dikenal dengan kecerdikan dan ketajaman pikiran,ternyata tidak dapat menangani persoalan yang terkesan sederhana ini.Diujung rasa bimbangnya,Khadijah pergi menemui sepupunya,Waraqah ibnu Naufal.

Waraqah memeluk Nasrani sejak muda.Ia merupakan seorang yang tekun menyembah Tuhan,menjauhi berhala,dan mempelajari kitab-kitab suci agama terdahulu.Mendengar cerita Khadijah,ada rasa bahagia yang aneh dirasakan oleh Waraqah.Ia bangkit lalu berkata bahwa berdasarkan kitab-kitab suci yang pernah dibacanya,Allah akan mengutus seorang rasul terakhir dari anak keturunan Isma'il yang lahir didekat Baitullah.

Waraqah kemudian terdiam,ia berpikir serius lalu berkata:"Wahai Khadijah,jika apa yang aku pikirkan ini benar,maka Muhammad pastilah seorang nabi.Yang kutahu dengan pasti,seorang nabi akan muncul dari bangsa ini.Dan sekarang saat kemunculannya."

Waraqah juga berharap dirinya dikaruniai umur panjang sehingga ia bisa beriman,mengikuti ajaran-ajaran nabi itu,dan membelanya menghadapi musuh-musuhnya.Di akhir pembicaraan,Waraqah melantunkan syair:

bertahan aku dengan ingatan
tentang sedih yang melahirkan jeritan
hingga engkau,Khadijah,datang padaku
betapa lama,Khadijah,aku menunggu!

Perbincangan dengan Waraqah menimbulkan kesan mendalam dihati Khadijah.Ia kembali memikirkan Muhammad,pemuda yang mengagumkan itu.Ia bertanya,apakah kekaguman masyarakat kepada Muhammad merupakan bagian dari skenario Tuhan untuk melapangkan jalan baginya menjadi nabi?

Secara pribadi,Khadijah juga berpikir tentang apa yang sebenarnya menghubungkan dirinya dengan Muhammad.Mengapa bayangan Muhammad selalu muncul siang malam tanpa ia kehendaki?

Telah banyak pinangan lelaki yang ditolak oleh Khadijah karena ia berpikir bahwa mereka hanya menghendaki harta dan status sosialnya.Tetapi,Muhammad berbeda dengan mereka.Rasa hormat dan cinta kepadanya tumbuh perlahan-lahan hingga akhirnya mencengkeram hati dan perasaan.Apakah ini juga bagian dari takdir Tuhan?Khadijah bertanya,inikah balasan untuk dirinya dari Tuhan atas perbuatan baik,sifat kedermawaan,serta keteguhannya menjaga diri dan kehormatan?

Khadijah percaya sepenuhnya akan kebenaran pernyataan Waraqah.Ia tahu bahwa cinta yang tumbuh dihatinya adalah perasaan yang wajar bagi wanita mulia yang mendambakan seorang pendamping hidup yang dapat dipercaya.Bahkan ia juga meyakini bahwa rasa cinta itu merupakan anugerah Tuhan kepada dirinya,bahwa Tuhan menghendakinya untuk terlibat dalam rencana besar-Nya bagi manusia.

Akan tetapi,Khadijah juga sempat ragu.Pantaskah ia menikah dengan Muhammad?Selama ini,ia yakin bahwa ia harus menjadi tuan bagi dirinya sendiri.Karena hal itulah ia menolak semua pinangan yang datang.Ia lebih memilih untuk hidup bersama anak-anaknya dan memusatkan perhatiannya dalam bidang perdagangan.Apa kata para pemuka Quraisy jika mereka mendengar Khadijah meminang seorang pemuda untuk dirinya sendiri?

Dalam tradisi Arab,seorang wanita hanya boleh menunggu lamaran dari laki-laki.Tetapi Khadijah bukan lagi seorang perawan muda yang tidak berpengalaman.Sebaliknya,Khadijah justru telah mempekerjakan banyak laki-laki untuk menangani urusan-urusan bisnisnya.Apa salahnya ia memilih sendiri laki-laki yang dapat mendampingi dan membahagiakannya?

Berbekal pengalamannya dalam dunia perdagangan,Khadijah juga memahami bahwa keteguhan dan inisiatif merupakan dua hal yang sangat menentukan kesuksesan.Khadijah sendiri adalah wanita yang sangat teguh memegang pendiriannya apabila ia yakin bahwa pendiriannya itu baik dan benar.Keteguhan dan inisiatif itu menjadikannya memilih dan mengutus Muhammad ke Syam.Apa salahnya jika ia memilih Muhammad sekali lagi untuk menjadi pendamping hidupnya?

Akhirnya,meski sempat ragu,Khadijah kemudian memutuskan untuk menikah dengan Muhammad dan mengambil inisiatif untuk meminangnya.Tetapi,masih ada satu pertanyaan yang harus ia jawab:siapa yang dapat menjamin bahwa Muhammad akan menerima pinangannya?

Khadijah adalah wanita yang kaya,cantik,dan berstatus sosial yang tinggi.Ia masih memiliki pesona bagi banyak laki-laki.Disisi lain,Muhammad bukanlah lelaki yang rakus dan gampang tergoda oleh hal-hal yang bersifat lahiriyah.Tetapi,Khadijah tahu bahwa walau bagaimanapun,Muhammad tetaplah seorang pemuda.Adalah haknya untuk mencintai seorang gadis yang sebaya.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tadi,Khadijah memilih untuk menggunakan sebuah siasat.Ia mengutus seorang wanita yang ia yakini kemampuan dan loyalitasnya untuk secara diam-diam melakukan pendekatan awal kepada Muhammad.Wanita yang dipercayainya untuk mengemban tugas ini adalah Nafisah binti Ummayah yang masih kerabat dekat Muhammad dan saudara perempuan dari seorang lelaki yang kemudian menjadi salah satu sahabat Nabi yang terkemuka,Ya'la ibnu Umayyah.

Nafisah mendatangi Muhammad dan menasehatinya seperti seorang ibu menasehati anaknya.Ia mencoba untuk meyakinkan Muhammad tentang pentingnya menikah.Muhammad menjawab bahwa dirinya hanya seorang miskin yang tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepada wanita yang akan menjadi istrinya.

Nafisah membantah hal itu.Menurutnya,kemiskinan bukan halangan untuk menikah.Apalagi Muhammad telah lama dikagumi oleh penduduk Mekah karena akhlak dan kejujurannya.Karena itu,menurut Nafisah,semua orang tua tentu mengharapkan Muhammad datang meminang putri mereka.

Setelah Muhammad dapat diyakinkan tentang pentingnya menikah,barulah Nafisah menyatakan bahwa wanita yang paling patut menjadi istrinya adalah Khadijah.Alasannya sederhana.Khadijah adalah wanita yang cantik,kaya,bagus nasabnya,pandai menjaga kehormatan,dan luhur akhlaknya.Masyarakatpun menjulukinya "wanita yang suci".

Mengetahui pilihan Nafisah,Muhammad pun terkejut.Menurutnya Nafisah berlebihan.Darimana ia akan memperoleh harta untuk membayar mahar Khadijah?Nafisah menjawab bahwa kalau Muhammad setuju untuk menikah dengan Khadijah,urusan mahar tak perlu ia pikirkan.

Nafisah menceritakan proses diplomasi awal yang dilakukannya itu dalam sebuah riwayat.Ia berkata:
"Khadijah pernah mengutusku sebagai perantara kepada Muhammad setelah ia pulang dari Syam.Kukatakan kepadanya,'Apa yang menghalangimu untuk menikah?'
Muhammad menjawab,'Aku orang miskin yang tak punya harta.'
Kukatakan,'Jika aku tanggung semua keperluanmu untuk menikah dan kupilihkan seorang wanita yang cantik,kaya,mulia,dan cocok untukmu,maukah engkau menikah?'
Muhammad menjawab,'Siapa wanita itu?'
Aku menjawab,'Khadijah'
Muhammad kembali bertanya,'Bagaimana mungkin?'
Kukatakan,'Aku yang mengaturnya.'

Upaya pendekatan yang dilakukan Nafisah ini sebenarnya bermakna penting.Tidak saja penting bagi Khadijah,tetapi juga bagi sejarah manusia secara umum.Jika Khadijah terbukti berperan penting bagi kesuksesan Rasulullah menunaikan misi risalahnya,maka siapapun yang membantu pernikahan mereka harus dipandang sebagai bagian penting dari proses penyebaran Islam keseluruh dunia.

Dengan meminang Muhammad,Khadijah sebenarnya sedang menciptakan sebuah tradisi yang memihak dan menghormati wanita.Jika wanita berhak untuk mengatur urusan-urusannya sendiri,mengapa ia tidak boleh memilih seorang lelaki untuk menjadi pendamping hidup dan ayah bagi anak-anaknya?Apalagi Khadijah tidak memilih calon suami yang kaya.Pilihannya atas Muhammad lebih didasarkan atas budi pekerti yang mulia dan perilaku yang luhur.Muhammad juga terbukti mampu menjaga dan mengembangkan aset-aset bisnisnya.

Akan tetapi,bukan hal itu saja yang bisa dipelajari dari kisah ini.Setelah Nafisah memberi tahu hasil pendekatannya,Khadijah langsung mengundang Muhammad kekediamannya.Disana,dengan berani,Khadijah mengungkapkan secara langsung pinangannya.Hal itu menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi sekaligus keberanian menyampaikan aspirasi tanpa perantara.

Perhatikan ucapan Khadijah kepada Muhammad berikut ini:
"Wahai anak pamanku,aku berhasrat untuk menikah denganmu atas dasar kekerabatan,kedudukanmu yang mulia,akhlakmu yang baik,integritas moralmu,dan kejujuran perkataanmu."

Muhammad menerimanya.Hari pernikahan yang ditunggu-tunggu itupun datang.Muhammad didampingi oleh bani Hasyim yang dipimpin oleh Abu Thalib dan Hamzah.Hadir juga bersamanya bani Mudhar,sedangkan Khadijah didampingi oleh bani Asad yang dipimpin oleh Amr ibnu Asad.

Pernikahan itu sendiri dilaksanakan setelah 2 bulan 15 hari setelah Muhammad datang dari Syam.Mahar yang diberikan kepada Khadijah adalah 20 ekor unta.Usia Muhammad saat itu adalah 25 tahun,sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

TIPE LAKI LAKI YANG IDEAL MENURUT PANDANGAN ISLAM

Dengan mengacu apa yang ada pada pandangan islam,maka secara umum hal hal yang dimasukan ke dalam kriteria calon suami atau tipe laki laki yang ideal bagi wanita muslimah, antara lain meliputi hal hal berikut:

1. Pria yang shaleh
         Kriteria pertama yang harus di utamakan oleh para wanita muslimah dalam rangka memilih calon suami ialah pria yang shaleh.Seorang pria yang teguh dalam pedoman agamanya,kuat aqidahnya dam mulia akhlaqnya.Rosulullah SAW bersabda:
    "Manakala datang seorang pria yang kuat agamanya dan mulia akhaknya(untuk meminang putri kalian).Maka nikahkanlah(putri kalian denganya).Jika tidak,niscaya akan menimbulkan fitnsh(bahaya)di muka bumi dan akan menyebabkan kerusakan yang besar"(HR. AT Tirmidzi)


Mengacu pada isyarat hadist ini, maka para wanita muslimah hendaknya senantiasa mengutamakan alasan agama dalam   memilih calon suami,bahwa idealitas calon suami harus di utamakan pada kesalehan beragamanya.
2. Pria sejati yang masih muda
          Para wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang sejati,jika perlu masih muda jauh dari jenjang beranda pelaminan.Ia hendaknya dapat memastikan diri bahwa calon suaminya adalah pria yang benar benar sehat secara biologis.
3. Pria yang siap menafkai calon keluarganya
            Islam meemang tidak mengajarkan kepada pemeluknya agar bersikap materialistis.Terlebih kepada kaum muslimah,namun bukan berarti masalah ekonomi keluarga itu tidak penting.Sebuah keluarga tidak mungkin bisa berdiri tegak tanpa terpenuhinya sandang, pangan dan papan.Keluarga musliamah memerlukan sarana dan prasarana ibadah yang harus di penuhi dengan cukup.
4. Pria yang siap memimpin keluarga
             Kita sekalian telah memaklumi bahwa kedudukan suami di tengah-tengah keluarga adalah sebagai pemimpin.Sesuai fitrahnya,para suami bertanggung jawab untuk memimpin semua anggota keluarga yang di pimpinya,mebimbing istri ke jalan yang benar.

Urusan Rumahtangga Adalah Tanggungjawab Suami, Bukan Isteri



" Hai dan Salam Hormat kepada anda yang masih setia menjadi pembaca blog dakwah islam saya ini. Ribuan terima kasih saya ucapkan. Memang saya amat menghargai masa yang anda sudi luangkan untuk membaca dan menambahkan ilmu berkaitan hubungan rumahtangga yang amat penting ini.
Dalam artikel kali ini, saya ingin berkongsi satu perkara yang tidak kurangnya penting bagi menjamin sesebuah hubungan perkahwinan agar terus kekal.
Mungkin apa yang bakal saya kongsikan pada kali ini bertentangan dengan pendapat majoriti dikalangan kita. Terutamanya bagi suami. Walaupun saya sendiri adalah kaum lelaki, tapi saya tidak pernah mengutarakan pendapat yang ‘berat sebelah’.
Sebenarnya, segala urusan hal-ehwal rumahtangga pada asalnya terletak di bahu suami.
Mengikut hukum Islam, tugas-tugas seperti berikut terletak di bahu suami:-

Menjaga anak
Menyediakan makan-minum isteri
Mengurus segala keperluan rumahtangga
Mendidik anak-anak dengan memastikan mereka mendapat pendidikan yang sempurna
Menyelanggara hal rumahtangga seperti memasak, menjahit, mengemas rumah dan sebagaianya. Isteri hanya bertanggungjawab MEMBANTU. Dalam kata lain, isteri akan membantu jika pihak si suami tidak mampu dan tiada masa untuk melakukan perkara-perkara tersebut oleh kerana tututan kerja di pejabat.
Akan tetapi, isteri yang melakukan perkara-perkara seperti di atas tadi, mereka akan dikurniakan dengan ganjaran pahala yang banyak dan besar oleh Allah.
Hal ini sejajar dengan salah-satu hadis Nabi yang mengatakan bahawa: ‘Seorang wanita solehah lebih baik daripada 40 orang lelaki yang soleh.’
Untuk mengelakkan berlakunya ketidak-adilan dalam rumahtangga dan perbalahan, maka suami perlulah juga libatkan diri dalam hal-hal pengurusan rumahtangga jika mempunyai walaupun sedikit kelapangan.
Jangan serahkan 100% tanggungjawab rumahtangga kepada isteri.
Dengan itu, isteri anda akan lebih menghormati anda sebagai ketua keluarga dan tidak berani untuk ingkar atau melakukan perkara-perkara maksiat semasa ketiadaan anda di sisinya.
Anda sebagai suami, boleh buat kerja-kerja rumah ketika isteri anda sakit atau tidak larat. Berkhidmat lah juga kepada isteri anda seperti memasak, mengemas rumah, menyediakan dia minuman sekali-sekala, picit kepala ketika dia pening serta bagi la dia makan ubat ketika dia sedang sakit.
Ok, sekian sahaja perkongsian saya buat kali ini. Semoga suami-suami di luar sana mula sedar akan perkara ini. "


Ni bukan aku yang memandai2 cakap yew... Memang dah tertulis macam tu. And, andai kata suami tidak dapat melakukan kerja2 ini, maka si suami haruslah menyediakan pembantu untuk melakukan kerja2 ini.. Yang ni pun bukan aku yang mengadew2 mintak yew... Memang telah diriwayatkan taw.. Rajin2 la google..Kehkehkeh...


Terbace aku kisah Sayyidina Umar r.a dengan seorang lelaki...

Lelaki itu terpaku di luar rumah Sayyidina Umar al Khattab. Tidak jadi dia hendak memberi salam kepada tuan rumah. Tak sangka Sayyidina Umar hanya diam saja bila isterinya merungut sesuatu dan berceloteh panjang. Tidak terdengar langsung suara beliau membalas kata-kata isterinya.

"Jika begini sikap Umar padahal beliau seorang yang sentiasa bersikap tegas dan keras, dan beliau juga seorang Amirul Mukminin...betapalah aku," bisik lelaki tadi. Niat asalnya adalah untuk mengadu kepada khalifah mengenai sikap isterinya yang tidak disenangi, tetapi niatnya terbantut.

Ketika dia sudah membelakangi pintu untuk melangkah pulang, Sayyidina Umar kebetulan menjenguk keluar. Sayyidina Umar lantas memanggilnya dan bertanyakan hajatnya.

"Wahai Amirul Mukminin," jawabnya, "sebenarnya aku datang ingin mengadukan keburukan isteriku kepadamu. Dia selalu berleter kepadaku. Tetapi aku mendengar isterimu juga bersikap demikian, jadi aku mengambil keputusan untuk pulang saja."

Sayyidina Umar berkata, "wahai saudara! Sesungguhnya aku menahan diri terhadap sikapnya itu kerana dia ada hak keatas diriku. Dialah yang memasakkan makananku, memasak roti untukku, membasuh pakaianku, menyusukan anak-anakku, padahal semuanya itu bukan kewajipannya. Selain daripada itu, hatiku menjadi tenteram dengannya daripada perbuatan haram. Itulah sebabnya aku sanggup bersabar atas sikapnya itu."

"Wahai Amirul Mukminin, demikian jugalah isteriku," balas lelaki tadi.

Sayyidina menambah, "wahai saudara, bersabarlah atas sikap isterimu itu kerana ia hanya sebentar sahaja."
Memasak bukan kewajipan seorang isteri, mengapa ada yang letak syarat begitu?


Senin, 24 Agustus 2015

MENCARI JODOH DALAM ISLAM




Ikhtiar untuk menemukan jodoh anda? Khusus, hanya untuk yang siap nikah tidak pakai pacaran.

Siapakah jodoh kita, kapan waktunya tiba, di mana akan dipertemukan, apakah ia benar-benar orang shaleh/ shalehah?. Semua itu rahasia Allah SWT.

Allah SWT menetapkan tiga bentuk taqdir dalam masalah jodoh. Pertama, cepat mendapatkan jodoh. Kedua, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika pasti mendapatkannya di dunia. Ketiga, menunda mendapatkan jodoh sampai di akhirat kelak. Apapun pilihan jodoh yang ditentukan Allah adalah hal terbaik untuk kita. Allah SWT berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah: 216).

Kita harus terikat aturan Allah. Kita juga dibekali akal untuk memahami aturan-Nya. Ketika kita memutuskan untuk taat atau melanggar aturanNya adalah pilihan kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk mendapatkan jodoh adalah pilihan kita. Dengan jalan yang diridhoiNya atau tidak. Tetapi hasil akhirnya Allah yang menentukan.

Berikut ini ada beberapa tips agar cepat mendapatkan jodoh bagi anda yang sampai saat ini belum mendapatkan jodoh untuk menikah:

1. Tentukan terlebih dahulu kriteria pasangan ideal

Nabi bersabda: ”Apabila datang kepada kalian lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,maka nikahkanlah ia (dengan puteri kalian). Sebab jika tidak, maka akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakan yang besar”. "Lelaki yang bertaqwa akan mencintai dan memuliakan istrinya. Jika ia marah tidak akan menzhalimi istrinya. Kaum jahiliyah menikah dengan melihat kedudukan, kaum Yahudi menikah dengan melihat harta, kaum Nasrani menikah dengan melihat rupa, sedangkan umat Islam menikahkan dengan melihat agama".

Nabi bersabda:"Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang sholehah”. Beliau juga bersabda, ”Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu.”

Sulit mencari jodoh bisa jadi karena kriteria terlalu muluk. Janganlah kita menginginkan kesempurnaan orang lain, padahal diri kita tidak sempurna.

2. Memperluas Pergaulan Sesuai Syariat

Seringlah bersilaturrahim ke tempat saudara atau mengikuti majelis ta'lim. Ustadz, teman, orang tua, saudara, keluarga, dan yang lain Insyaallah pasti bisa diminta bantuan.

3. Sebisa mungkin hindari berpacaran

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa’: 32). Kita dilarang berkhalwat, memandang lawan jenis dengan syahwat, wanita bepergian sehari semalam tanpa muhrim, dll.

Biasanya, orang pacaran selalu menutupi kekurangannya dan menampilkan yang baik-baik saja. Cari informasi dari orang dekatnya (saudara, teman, tetangganya). Perlu juga penilaian dari orang tua dan keluarga kita. Biasanya kita tidak dapat melihat kekurangan orang yang kita cintai.

4. Perbanyak introspeksi diri

Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang shaleh, maka kita harus menjadi orang yang shaleh juga. Allah SWT berfirman: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula}” (QS. An Nuur: 26).

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian. " (HR. Muslim, Hadits no. 2564 dari Abu Hurairah). Jadi, lelaki atau wanita yang baik menurut pandangan Allah itu adalah lelaki atau wanita yang baik iman dan amalnya.

Secara lahiriah kita perlu menjaga kebersihan, kerapihan dan menjaga bau badan. Bukan berdandan berlebihan (tidak Islami), tapi tampil menarik.

5. Jangan Mencintai Secara Berlebihan

“Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Jika kita mencintai manusia lebih daripada Allah, niscaya hati kita akan hancur dan putus asa jika ditinggalkan. Jika kita mencintai Allah di atas segalanya, niscaya kita akan selalu tegar dan tabah karena kita yakin bahwa Allah itu Maha Hidup dan Abadi serta selalu bersama hamba yang Sholeh.

6. Jika Gagal Berusaha Lagi

Jika kita gagal, jangan putus asa dan minder. Kita harus sabar dan tetap berusaha mendapatkan yang lebih baik lagi. Yakinlah ada yang lebih baik yang sedang dipersiapkan Allah untuk kita.

Para sahabat besarpun mengalaminya. Contohnya Utsman RA yang melamar putri Abu Bakar ditolak, lalu melamar putri Umar juga ditolak, akhirnya malah menjadi menantu Rasulullah SAW.

Jodoh tidak akan lari dan akan datang pada waktunya. Bersabarlah dan sibukkan diri dengan amal sholeh. Hadapilah dengan sikap tenang, santai, tidak mudah emosi/sensitif, tidak larut dalam kesedihan, tidak berputus asa dan tetap bersemangat.

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin. Segala keadaan dianggapnya baik, dan hal ini tidak akan terjadi, kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu tetap baik baginya dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu tetap baik baginya.” (HR Muslim)

Gunakan energi kita untuk lebih mendekatkan diri dan mencintai Allah SWT., orang tua, dan umat. Yakinlah dengan keadilan-Nya bahwa setiap manusia pasti memiliki jodoh masing-masing. Yakinlah bahwa semua kondisi adalah baik, berguna, dan berpahala bagi kita.

7. Siap menerima taqdir Allah

Hidup adalah ujian. Bisa saja, takdir jodoh kita bukan orang shaleh. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya di antara pasanganmu dan anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka… Sesungguhnya hartamu dan anakmu, hanyalah ujian bagimu, dan di sisi Allah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taghaabuun: 14-15)

Hal tersebut tetap bisa menjadi kebaikan apabila dijadikan sebagai lahan amal shaleh dan batu ujian untuk meningkatkan keimanan, tawakal, dan kesabaran.

8. Wanita bisa melamar lelaki

Bukan hal yang dilarang jika wanita menemukan lelaki sholeh dan berinisiatif menawarkan diri dalam pernikahan melalui peran orang yang dipercaya. Khadijah RA melalui pamannya melamar Nabi Muhammad SAW setelah mengetahui akhlak dan agama beliau.

9. Taqarrub Ilallah

Perburuan jodoh secara syar’i adalah dengan mendekati Allah super ekstra. Caranya dengan bertawasul amal-amal shaleh, tidak hanya ibadah wajib (berbakti kepada orangtua, sholat wajib), juga ibadah sunnah (shoum sunnah, sholat tahajjud/ taubat/ istikhoroh/ hajat/ witir/d huha, tilawah Al Qur’an, istighfar, infaq, dan lain-lain). Semakin dekat dengan Allah, iman bertambah dan do’a kita semakin terkabul. Usaha yang konsisten, optimis dan prasangka baik akan memudahkan jalan kita.

10. Tidak putus asa dan selalu berdoa

Bacalah doa: “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Furqon: 74).

Doa lebih terkabul pada tempat mustajab, waktu mustajab dan memperhatikan adab berdoa. Berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Tempat mustajab: masjid, majlis ta’lim, Arafah, Hajar Aswad, Hijr Ismail, di atas sajadah, dll.

Waktu mustajab seperti sepertiga malam yang akhir, selesai sholat wajib/tahajjud/hajat, saat sujud/I’tidal terakhir dalam sholat, sedang berpuasa, berbuka puasa, dalam perjalanan, selesai khatam qur’an, hari Jum’at, baru mulai hujan, diantara azan dan iqamat, ketika minum air zamzam, bulan ramadhan/lailatul qodar, antara zuhur dan ashar juga antara ashar dan maghrib, selesai sholat subuh, dalam kesulitan, sedang sakit, sedang ada jenazah.

Adab berdoa seperti menjauhkan hal yang haram, ikhlas, diawali dan diakhiri tahmid/sholawat, menghadap kiblat, suci dari hadats dan najis, khusyu’ dan tenang, menengadahkan kedua tangan, dengan suara rendah dan pengharapan sepenuh hati, mengulangi berkali-kali, tidak berputus asa, menghadirkan Allah dalam hati, tidak meninggalkan sholat wajib, tidak melakukan dosa besar, tidak minta sesuatu yang dilarang Allah, sambil menangis.

Nabi Musa as berdoa setelah menolong dua perempuan penggembala kambing: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS 28:24). Allah SWT memahami keperluan dan prioritasnya, sehingga tidak saja memberi makanan, tapi juga memberi jodoh, tempat tinggal dan pekerjaan. Wallahu’alam bishawab.

Doa bagi laki2 yang berharap jodoh :

“ROBBI HABLII MILLADUNKA ZAUJATAN THOYYIBAH AKHTUBUHA WA ATAZAWWAJ BIHA WATAKUNA SHOOHIBATAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”.

“Ya Robb, berikanlah kepadaku istri yang terbaik dari sisi-Mu, istri yang aku lamar dan nikahi dan istri yang menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat”.

Doa bagi wanita yang berharap jodoh :

“ROBBI HABLII MILLADUNKA ZAUJAN THOYYIBAN WAYAKUUNA SHOOHIBAN LII FIDDIINI WADDUNYAA WAL AAKHIROH”.

“Ya Robb, berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-Mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia & akhirat”

“ALLOHUMMAB’ATS BA’LAN SHOOLIHAN LIKHITHBATHII WA’ATTHIF QOLBAHU ‘ALAYYA BIHAQQI KALAAMIKAL QODIIMI WABIROSUULIKAL KARIIMI BI ALFI ALFI LAA HAWLA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘AZHIIM WA SHOLLALLOOHU ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA’ALAA AALIHII WA SHOHBIHI WA SALLAMA WALHAMDULILLAAHIROBBIL ‘AALAMIIN.”

Artinya dalam Bahasa Indonesia :

“ Tuhanku, utuslah seorang suami yang shalih untuk melamarku, condongkanlah hatinya kepadaku berkat kebenaran Kalam-Mu yang qadim dan berkat utusanMu yang mulia dengan keberkahan sejuta ucapan LAA HAWLA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘AZHIIM. Dan semoga Allah Melimpahkan Rahmat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, dan kepada segenap keluarga serta sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian Alam.”

ONANI di Bulan Ramadhan




Ia berdosa karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dari apa yang beliau riwayatkan dari Rabb beliau [hadits qudsi],

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي

“Ia [orang yang shaum] meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.”

Dan tidak juga diharuskan untuknya meng-qadha [mengganti], karena qadha haruslah ada dalilnya, sedangkan dalil [qadha] datang untuk musafir dan orang sakit yang berbuka. Allah berfirman,

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Jadi, siapa saja di antara kalian sakit atau dalam perjalanan [lalu tidak berpuasa], maka [wajib mengganti] sebanyak hari [yang iia tidak berpuasa itu] pada hari-hari yang lain.”

Dan juga bagi seorang wanita yang haid ia mengganti puasa karena hadits Aisyah di dalam Ash Shahihain [Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim].

Demikian juga bagi ibu menyusui dan ibu hamil. Apabila berbuka [mereka meng-qadha, karena hadits Anas bin Malik Al Ka’bi. Dan meng-qadha, karena ayat yg tadi disebutkan. Wallahu a’lam.

TIGA SYARAT AGAR AMAL IBADAH DITERIMA ALLAH

Pertanyaan:
Apa saja syarat-syarat diterimanya amalan?


Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu ta’ala menjawab:
Syarat-syarat diterimanya di sisi Allah ada tiga.
Pertama, beriman dan bertauhid kepada Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً
“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan shalih, untuk merekalah surga-surga Firdaus.” (QS. Al Kahfi: 107)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قُلْ أَمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
“Katakan, ‘Aku beriman kepada Allah’, kemudian istiqamah-lah.” [HR. Muslim]

Kedua, ikhlas. Yaitu, beramal untuk Allah tanpa riya’[1] dan sum’ah[2]. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَّهُ الدِّينَ
“Maka, ibadahilah Allah dengan ikhlas untukNya dalam [menjalankan] agama.” (QS. Az Zumar: 2)

Ketiga, sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahsubhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“Dan apa-apa yang datang kepada kalian dari Rasulullah, maka ambillah. Dan apa-apa yang beliau larang darinya untuk kalian, maka jauhilah.” (QS. Al Hasyr: 7)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَادٌّ
“Siapa saja yang mengerjakan amalan yang tidak kami contohkan, maka amalannya tertolak.” [HR. Muslim]


Antum Tidak Mau Memberikan JARH kepada Fulan, Berarti Antum DITAHDZIR!



Dalam sebuah tanya-jawab, Syaikh Sulaiman bin Salim Ar Ruhaili hafizhahullahu ta’ala mengatakan:

Belakangan ini, muncul berbagai permasalahan terkini di tengah kalangan Salafi. Yaitu, sebagian ikwah Salafi, jika salah satu syaikh mengatakan sesuatu dan syaikh yang lain mengatakan apa yang berbeda, maka yang wajib diikuti hanya Fulan. Dan jika dikatakan kepadanya, “Mari, Fulan, kita timbang bersama pendapat-pendapat mereka agar jelas al haq untuk kita pegang”, maka orang yang diajak itu akan mengatakan, “Antum kenasyubhat. Antum sudah meragukan ulama.” Saudaranya pun balik mengatakan, “Antum juga sudah meragukan ulama.” Yang kita maksud di sini adalah perselisihan di antara ulama rujukan.

Jangan seperti itu seharusnya. Di sini yang dicari adalah al haq dan dilihat dengan kaedah-kaedah syar’i. Dan di sinilah pula seseorang tidak boleh memaksa saudaranya untuk mengambil pendapatnya saja.

Karena itu, tidak boleh, misalnya, seseorang mendatangi saudaranya dan mengatakan, “Antum tidak mau mencela Fulan? Berarti antum ditahdzir.” Atau, mendatangi saudaranya, lalu mengatakan, “Selama antum mencela Fulan, antum ditahdzir.”

Sebaliknya, masing-masing orang memberitahu saudaranya bahwa Fulan telah bertakwa kepada Allah semampunya. Jadi, perhatikan olehmu, Saudaraku, perincian yang telah kami sebutkan tadi.

Perkara tersebut seharusnya diilmui dan diketahui pokok-pokok yang dimaksud–dan ini adalah perincian dalam perkara khilaf [di antara para ulama], sehingga kita bisa selamat dari berbagai permasalahan yang sungguh sebenarnya telah memecah ikhwah Salafi tanpa [hujjah yang kuat] untuk memisahkan mereka.

Bahkan, yang dimaksud itu adalah perkara ijtihad. Tidak semestinya seseorang memaksa orang lain.

Akan tetapi, yang dikedepankan itu sisi akidah dan ucapannya. Ia diberi uzur atas apa yang tampak dari al haq pada zhahirnya dan mengatakan, “Inilah pendapat yang benar, tetapi ia juga diberi uzur jika tidak tampak padanya al haq.” Dan juga mengatakan, “Inilah pendapat yang benar, tetapi juga diberi uzur siapa yang mengatakan dengan pendapat yang lain.”

Mengapa? Sebab, sebenarnya, yang membuat hati ini terguncang adalah [ketika] sebagian ikhwah Salafi menjadi keras hati-hati mereka terhadap yang lainnya karena seperti perkara-perkara yang tergolong sebagai [perkara] ijtihad.

Terpecahlah sebagian ikhwah Salafi menjadi dua kubu: kubu yang bersamanya dan kubu lawannya. Dan ini, sebenarnya, adalah perkara yang tidak benar.

Kemarin, ada seorang ikhwah dari sebagian negeri berbicara kepadaku. Kukakatan kepada mereka,

“Seharusnya untuk permasalahan-permasalahan ini kita menjaga untuk ikhwah kita kedudukan mereka, hak mereka, dan keutamaan mereka serta tidak menjadikan urusan itu menjadi dua kubu: kami dan mereka. Tetapi, semestinya kita berada dalam satu barisan, meskipun kita berselisih dalam satu permasalahan dari berbagai permasalahan yang muncul. Bukan dalam permasalahan-permasalahan yang pokok.”

Rujukan: https://m.youtube.com/watch?v=nI0tP8A8XAw diakses pa

Percaya dengan ramalan ?


Kalau beli majalah, biasanya apa sih yang sering dilihat? Artikel tentang cinta, fashion, atau kecantikan? Hmm, ada yang terlupa. Biasanya kebanyakan orang, khususnya wanita, akan lebih dulu membuka halaman tentang ramalan zodiak. Mereka ingin tahu, apa kata bintang mereka di hari ini. Bagaimana kehidupan percintaan, keuangan, dan kemajuan diri, semua akan dibahas oleh rubrik zodiak. Apakah wanita membaca ini hanya sekadar penasaran atau memang menaruh kepercayaan pada ramalan ya?


Kalau hanya penasaran, mungkin kabar buruk akan dilupakan dan mengamini kabar baik. Tetapi, bagi yang sangat percaya, tentu ramalan tersebut menjadi petunjuk baginya untuk melanjutkan hidup. Dia akan mengikuti apa yang dikatakan zodiaknya pada hari itu.

Ladies (dan juga Gentleman), sebaiknya jangan terlalu memercayai ramalan bintang, juga bentuk ramalan lainnya. Terlalu percaya dengan kata zodiak atau kata orang pintar akan membuat hidupmu menjadi berantakan. Berikut 4 efek negatif yang akan kamu rasakan ketika terlalu percaya pada ramalan.
Sulit Mengambil Keputusan

Hidup itu tentang pilihan. Apakah kamu mau bahagia atau bersedih, apakah kamu mau mencintai orang baru atau kembali pada mantan, semua adalah pilihan. orang yang terlalu percaya pada ramalan akan susah menentukan pilihan. Mengapa? Sebab, keputusan mereka ada di tangan ramalannya.

Misalnya, seorang wanita ingin mencari pria baru karena merasa nggak cocok dengan mantannya. namun ramalannya mengatakan bahwa kembali dengan mantan akan membuat hidupnya bahagia. Hal ini membuatnya goyah. Dia nggak bisa memilih untuk mengikuti kata hati atau kata ramalannya.
Nggak Percaya Diri

Ketika ramalanmu berkata baik, kamu tentu akan senang bukan kepalang. Tetapi jika ramalanmu berkata buruk? Kamu mulai dirundung kesedihan, bahkan menjadi nggak semangat karena masa depanmu dikatakan buruk.

Baik itu ramalan bagus atau ramalan buruk, keduanya sama-sama berbahaya. Di satu sisi, kamu akan meremehkan kehidupan orang lain dan bersikap terlalu percaya diri saat menerima ramalan baik. Di sisi lain, kamu akan nge-down dan merasa minder dengan diri sendiri karena ramalannya berkata buruk.
Content continue below...

Nggak Punya Motivasi Hidup

Orang yang terlalu percaya ramalan, maka hidupnya sepenuhnya bergantung pada ramalannya. Dia nggak bisa menjalani hidupnya dengan mandiri dan mantap. Sebab ia menunggu kata ramalan dulu sebelum bertindak. Jika dikatakan untuk move on, dia akan move on. Ketika yang tertulis mengajak balikan dengan mantan, ia akan kembali pada mantannya.

Jika keadannya seperti ini, ia nggak akan bisa menjalani kehidupan yang baik. Kalau ramalan berkata ia akan mengalami kegagalan cinta selama beberapa tahun ke depan, ia akan memercayainya. Seketika itu juga ia akan nge-down banget.
Dapat Merusak Kehidupan Percintaan dan Persahabatan

Ketika ramalan zodiak berkata dirinya cocok dengan sang pria, dengan semangat dan senang hati ia akan menjalin hubungan dengan pria tersebut. Begitu pun jika ramalannya berkata zodiaknya nggak cocok dengan zodiak pasangan. Seketika itu juga, ia bisa memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas. Sebab ia terlalu memercayai isi ramalannya. Kalau isi ramalannya tertulis bahwa ada wanita yang sedang mendekati pasanganmu, dia bisa bersikap insecure mendadak karena percaya pada hal itu.

Ramalan belum tentu jelas kebenarannya. Namun karena sudah telanjur percaya, ia menjalani apa yang telah tertulis. Hal ini bisa merusak kehidupan percintaan dan persahabatan. Ia lebih percaya pada sesuatu yang belum pasti dan dapat menuduh hal yang aneh-aneh tanpa pembuktian yang jelas.



Seru-seruan boleh kok. Tetapi, terlalu memercayai ramalan?Hati-hati, ya ladies, hidup kalian bisa terancam berantakan.

Wanita, Jangan Letakkan Harga Dirimu Pada Mahar



Tertarik membahas judul ini setelah semalam ngobrol ngalur ngidul dengan seorang sahabat. Dia cerita, di daerahnya sekarang sedang ngetren “mahar berdasarkan tingginya pendidikan atau strata keluarganya”. Mungkin sudah sejak lama cerita-cerita ini beredar, hanya saya saja yang ga gaul, hehe..

Bagi saya pribadi tren ini mencengangkan sekaligus menggelikan, bagaimana mungkin seorang wanita diberi harga sesuai dengan tingkat pendidikannya atau seperti cerita teman saya itu, ada orang tua yang mengatakan “kami sudah menyekolahkan anak kami setinggi ini, jadi wajar kalo maharnya tinggi juga”. Lha, kenapa pula calon suaminya yang tidak tahu menahu ini dijadikan ‘tumbal’? bukankah memang kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya?. Lagi pula mereka yang hendak menikah ini akan mengarungi perjalanan panjang, dari pada ‘dihamburkan’ di awal bukankah lebih baik dijadikan bekal di kemudian hari?. Teman saya ini bilang, “padahal mungkin nanti Allah akan bukakan pintu rejeki mereka, sehingga sang suami malah bisa memberi lebih dari yang diminta saat ini.” yups..setuju banget, rezeki setiap manusia sudah diatur oleh Allah.

Mengenai hal ini, Rasulullah sendiri telah mengingatkan para wali agar,“Jangan mempersulit wanita-wanita yang dalam perwalianmu dengan mahar yang tinggi. Mudahkanlah, niscaya akan kamu dapati barakahnya. karena dengan meringankan mahar dan memberi jalan mudah untuk pernikahannya akan memperindah akhlak wanita itu. Namun sebaliknya, adalah keburukan jika kamu memberatkan maharnya wanita tersebut dan menyukarkan pernikahannya, karena dapat menyebabkan akhlaknya menjadi buruk.”

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk membentengi manusia dari perbuatan buruk, memelihara pemuda dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi), menegakkan syari’at Islam dalam rumah tangganya agar terbentuk generasi yang bertaqwa kepada Allah SWT. Selain itu juga memperoleh keberkahan hidup. Semua tujuan tersebut dapat diperoleh jika sejak awal kita mengikuti anjuran Allah dan Rasulnya.

Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari shahabat Abu Hurairah RA).

Kembali ke permasalahan mahar, ada baiknya kita tinjau kembali masalah ini sesuai dengan tuntunan Rasul dan teladan para sahabat. Pada masa Rasul ada beberapa kisah yang menggambarkan kesederhanaan mahar, satu dirham atau sebuah cincin besi kalau memang tidak memungkinkan untuk memberi yang lebih, sudah cukup untuk menjadi maskahwin yang layak bagi sebuah pernikahan, atau baju besi seperti saat Ali bin Abi Thalib menikahi Fathimah binti Rasulillah, atau Ummu Sulaim yang mengatakan,“Islammu, itulah maharku”, saat akan dinikahi oleh Abu Thalhah. Hadits-hadits yang meriwayatkan kisah-kisah ini diwarnai dengan keridhaan dari para wanita agung itu sendiri.

Saya tidak mengatakan bahwa semua wanita harus hanya menerima terompah seperti seorang wanita fuzarah atau segenggam tepung sebagai maharnya. Tapi sebaiknya kita mengingat kembali pesan Rasulullah bahwa “Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah, adalah yang maharnya mudah dan akhlaknya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang sulit maharnya dan buruk akhlaknya.” Kita akan melihat bahwa ‘mahar yang kecil’, ‘mahar yang berlebihan’, dan ‘mahar yang mudah’ tidaklah sama. Perbedaannya adalah pada kemampuan, keridhaan kedua pihak dan juga barakah yang diperoleh setelahnya.

Di hari-hari menjelang wafatnya, Rasulullah mengingatkan,”Barangsiapa menikahi seorang perempuan dengan harta yang halal, tetapi menginginkan kemegahan dan kesombongan, Allah tidak akan memberinya bekal kecuali kehinaan dan kerendahan. Sesuai dengan kadar kesenangannya, Allah akan menyuruhnya berdiri di tepian jahannam dan kemudian jatuh ke dalamnya sejauh tujuh puluh kharif (ukuran panjang).”

Tuntunan Islam tentang mahar ini sangat menentramkan. Jika ada kisah wanita Fuzarah yang ridha menikah dengan mahar berupa sepasang terompah (HR Abu Daud dan Tirmidzi), ada pula kisah tentang ’Abdurrahman bin ‘Auf yang memberi mahar satu nawat emas ketika menikah. Satu nawat, kata Shaleh bin Ghanim As-Sadlan, bagi penduduk Madinah adalah seperempat dinar. Rasulullah sendiri memberi mahar kepada setiap istri beliau sebesar 500 dirham (HR Muslim, Abu Daud dan An-Nasa’i), kecuali Ummu Habibah yang mendapat mahar lebih karena Raja Najasy yang membayarkan maharnya, bukan Rasulullah (HR Abu Daud, An-Nasa’i dan Ahmad).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, mengatakan:
“Hadis-hadis itu mengandung ajaran bahwa mahar tidak ditetapkan batas minimumnya, segenggam gandum, sebuah cincin besi, dan sepasang terompah pun dapat dijadikan sebagai mahar dan sah pernikahannya. Sebaliknya berlebihan dalam mahar makruh hukumnya dalam pernikahan dan mengurangi barakah perkawinan.”

Memberatkan mahar dapat membuat pernikahan menjadi kehilangan barakahnya, Ikatan mereka bukan lagi al-’athifah (jalinan perasaan), melainkan serangkaian kewajiban untuk memenuhi tanggung jawab hukum dan sosial. ‘Abdul Hamid Kisyik, seorang ulama Mesir, berkata, “Jika mahar dibuat mahal, akhirnya menyebabkan kerusakan dan keresahan di muka bumi. Hal ini tidak lagi maslahat untuk ummat. Karena itu, wanita yang paling sedikit maharnya justru memiliki keagungan dan akan mendapat kebarakahan yang amat besar.”

Sebaliknya, berlebih-lebihan dalam mahar dikhawatirkan membawa madharat karena akan menjadi tradisi. Tindakan ini kemudian membentuk persepsi umum tentang status sosial, stratifikasi sosial, pola interaksi, serta prasangka social, sementara para pemudanya menjadi takut menikah. Sayyidina ‘Ali mengingatkan,“Jangan berlebih-lebihan dengan mahar wanita, sebab hal itu akan menyebabkan permusuhan.”

Rasulullah sendiri melarang pihak laki-laki berlebih-lebihan dalam mahar apalagi diluar kemampuannya. Baik mahar Rasulullah s.a.w. maupun ‘Abdurrahman bin ‘Auf, nilainya mencapai 500 dirham. Jumlah ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil menurut ketentuan masyarakat yang berlaku saat itu dan pastinya sesuai dengan kemampuan. Abdurrahman bin Auf sendiri masa itu adalah seorang pedagang besar.

Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasul memberikan bahwa dia telah menikah dengan seorang wanita Anshar dan mahar yang diberikan adalah 4 Uqiyah. (Syaikh Mansur Ali Nashif mengatakan bahwa 1 uqiyah sama dengan 40 dirham). Rasul kemudian berkata, “Empat uqiyah? Seolah kamu mengukir perak pada permukaan gunung ini…” (HR Muslim). Imam An-Nawawi menjelaskan makna hadits tersebut dalam Syarah Sahih Muslim, bahwa,“Ungkapan ini memberi makna makruh memberi mahar melebihi kemampuan yang dimiliki suami pada saat pernikahan.”

Jadi, sebaik-baik mahar adalah ‘yang dimudahkan’, yaitu yang diberikan dan diterima dengan kerelaan kedua belah pihak. Artinya sesuai dengan kemampuan suami dan keridhaan istri terutama ketika mahar yang diberikan jauh lebih kecil daripada kebiasaan yang berlaku jika suami tidak mampu. Serta tidak dianjurkan pula berlebih-lebihan dalam memberikan mahar apalagi diluar kemampuan pihak laki-laki. Kalaupun pihak laki-laki tersebut mampu memberikan melebihi mahar yang berlaku dalam masyarakat, ada baiknya menahan diri. Kelak, ia bisa memberikannya sebagai hadiah kepada istrinya. Ini akan menambah kasih sayang di antara keduanya.

Ketika pernikahan berlangsung melalui proses yang sederhana dengan mahar yang ringan, insyaallah akan tumbuh kasih sayang dan penerimaan dalam hati suami. Sedangkan pada istri akan timbul keridhaan dan kesetiaan. Pada mahar yang ringan, ada kekayaan jiwa yang menenteramkan. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya akan jiwa.” (Muttafaqun ’alaihi), ada kepercayaan tentang ketulusan cinta dan kesediaan istri untuk berjuang bersama-sama. Seperti ketika Ummu Sulaim mengatakan tidak meminta apa-apa kecuali keislaman Abu Thalhah, yang terkesan bukanlah keinginan calon istri untuk kepentingan dirinya sendiri. Tapi lebih besar dari itu yaitu misi keselamatan bagi keduanya di dunia dan akhirat.

Karena itu wanita, jangan letakkan harga dirimu pada mahar, mudahkanlah agar menjadi sebaik-baik wanita. Mahar adalah hadiah. Sedangkan hadiah dapat menumbuhkan dan menguatkan perasaan sayang dan cinta-kasih. Rasulullah mengatakan,“Berikanlah hadiah, itu akan menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta.” Yakinlah, apapun anjuran Allah dan Rasul pastilah membawa kebaikan. Saat taat melewati batas perasaan suka dan tidak suka, allah akan bukakan jalan keluar dari masalah yang di luar kuasa kita. Saat ridha dan barakahNya hadir, akan mempermudah datangnya pertolongan Allah di saat kita merasa sulit.

Seperti yang dikatakan Salim A. Fillah (Jalan Cinta Para Pejuang), “Barakah akan memberi nuansa lain, akan mendewasakan ketika menghadapi tantangan-tantangan baru, membawa kebahagiaan di hati, kelapangan di dada, dan kejernihan di akal. Memberi ketenangan ketika menghadapi badai, membawa senyuman meski air mata menitik-nitik, menyergap rindu di tengah kejengkelan, menyediakan rengkuhan dan belaian lembut saat dada sesak oleh masalah.” Wallahu ‘Alam

Memakai hijab atau memperbaiki akhlak dulu ?



berhijab adalah salah satu kewajiban bagi perempuan di dalam islam namum jika kita memakai hijab dan akhlak kita tidak sesuai dengan apa yang kita kenakan itu sama saja kita mempermalukan agama islam di pandangan agama lain

sebagai contoh: seorang wanita ketika memakai hijab dengan pakaian yang ketat membuat orang lain bertanggapan yang aneh-aneh



pada intinya mulailah dengan memperbaiki diri sendiri menjadi lebih baik, baik itu dimata allah ataupun umatnya. seiring memperbaiki akhlak bagi kaum hawa, mulailah menutup  hendak keluar rumah terlebih dahulu dan lama kelamaan itu akan menjadi gaya busana sehari-hari

Murtadkah bila meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut?



Yang menyatakan “kafir” bila meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut itu bukan Rasulullah saw., melainkan salah seorang sahabat dekat beliau, yaitu Ibnu ‘Abbas r.a.: “Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut, sungguh dia telah mencampakkan Islam ke belakang punggungnya (kafir).” (HR Abu Ya’la, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiih at-Targhiib no. 732)

Ibnu Abbas itu adalah seorang sahabat yang terkenal “lunak” dalam berislam. Tidak ada bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa dia memperlakukan orang yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut sebagai orang yang telah murtad. Penggunaan kiasan “telah mencampakkan Islam ke belakang punggungnya” (bukan kata-kata qath’i seperti “telah menjadi orang kafir”) pun menunjukkan bahwa “kafir” yang dimaksud itu bukan dalam dataran hukum, melainkan pendidikan. Itu untuk menekankan kerasnya larangan meninggalkan shalat Jumat.

Secara bahasa, “kafir” berasal dari kata “kufur” yang artinya menutupi kebenaran, melanggar kebenaran yang telah diketahui dan tidak berterima kasih. Kata jamak dari “kafir” adalah “kaafiruun” atau “kuffaar”. Kata kafir dan derivasinya (kata turunannya) disebutkan sebanyak 525 kali dalam Al Qur’an. Semuanya mengacu pada perbuatan mengingkari Allah swt., seperti mengingkari nikmat-nikmat Allah (Q.S. An-Nahl 16: 44, Ar-Rum 30: 34), lari dari tanggung jawab (Q.S. Ibrahim 14:22), membangkang hukum-hukum Allah (Q.S. Al Maidah 5: 44), meninggalkan amal shaleh yang diperintahkan Allah swt. (Q.S. Ar-Rum 30: 44), dll. Arti “kafir” yang paling dominan disebutkan dalam Al Qur’an adalah pengingkaran terhadap Allah dan Rasul-Nya, khususnya Muhammad saw. dengan ajaran-ajaran yang dibawanya. Istilah kafir dalam pengertian yang terakhir ini pertama kali digunakan dalam Al Qur’an untuk menyebut para orang kafir Mekah (Q.S. Al-Mudatstsir 74: 10) Jadi, orang kafir adalah mereka yang menolak, menentang, mendustakan, mengingkari, dan bahkan anti kebenaran. Seseorang disebut kafir apabila melihat sinar kebenaran, ia akan memejamkan matanya. Apabila mendengar ajakan kebenaran, ia menutupi telinganya. Ia tidak mau mempertimbangkan dalil apa pun yang disampaikan padanya dan tidak bersedia tunduk pada sebuah argumen meski telah mengusik nuraninya.

Mengenai orang yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut tanpa alasan yang sah, Rasulullah saw. tidak menyebutnya “kafir”. Sungguhpun demikian, beliau pun menggunakan istilah yang “keras”, yaitu “munafik“.

Dari Usamah bin Zaid r.a. dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at tanpa udzur (alasan yang sah), niscaya dia tercatat dalam golongan orang-orang munafik.” (Hadits shahih, termuat dalam Shahihul Jami’us Shaghir no: 6144 dan Thabrani dalam al-Kabir I: 170 no: 422).

Selain “munafik”, beliau pun menggunakan istilah lain yang juga “keras”, yaitu “Allah menutupi hatinya” dan “lalai“. Dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a. bahwa keduanya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda sedang beliau bersandar pada tongkat di atas mimbarnya, “Hendaklah orang-orang itu benar-benar berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at, atau Allah benar-benar menutup rapat hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan menjadi orang-orang yang lalai.” (Hadits shahih dalam Shahih Shahihul Jami’us Shaghir hal 142 not 5 no: 548, Muslim II: 591 no: 865, Nasa’i III: 88)

Jumat, 21 Agustus 2015

NAMA ADALAH DOA



Sudah sepantasnya jika kita selaku umat Islam selalu mengikuti anjuran dan nasehat dari Nabi Muhammad Saw. sebagian dari nasehat beliau adalah agar para orang tua memberikan nama yg bagus dan penuh arti yg baik pada sang buah hati

Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadits riwayat imam Abi Daud dari Abi Dardaara, yg bunyinya sbb:


Rasulullah berkata: sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-namamu dan nama-nama ayahmu. Maka baguskanlah nama-namamu





Maksud oemberian nama yg bagus serta memiliki makna yg penuh arti, mempunyai beberapa manfaat sbb:
mengamalkan anjuran Rasulullah Saw
enak didengar dan enak diucapkan karena karena pelafalan dan artinya bagus
nama yg bagus dan bagus dan bermakna akan memengaruhi jiwa dan kehidupan sang buah hati. hal ini diisyaratkan dalam sebuah riwayat dalam shahih Bukhari dan Sa’iid bin al-Musayyab dari ayah dan kakeknya:



ia berkata bahwa saya mendatangi Nabi Saw. Nabi bertanya “siapa namamu?” ia menjawab “saya Hazan (kesedihan)”. kemudian Rasul menggantinya dengan ucapan “kamu adalah Sahal (kemudahan)”. Hazan menjawab “saya tidak akan mengganti nama yang telah diberikan ayahku”. Ibnu Musayyab berkata “tidak akan berhenti kesedihan kepada kami setelahnya
secara tidak langsung ketika kita menyebut nama sang buah hati, kita sedang mendoakannya sesuai dengan makna dari nama tersebut. misalnya jika anda memilihkan nama shalih (berarti orang yg saleh) maka ketika kita memanggilnya, sama halnya dengan mendoakannya menjadi orang yang saleh
anak memiliki ciri/identitas ketika dipanggil, baik di dunia fana ketika bergaul dengan sesama dan ketika di akhirat ketika menghadap padaNya
Tips Memberi Nama Bayi yang Islami
gunakan nama serta rangkaian nama yang merujuk pada kebaikan sifat, keunggulan karakter dan atau pada kebesaran Allah semata
memberi nama dengan nama-nama Nabi dan Rasul, nama Imam Perawi Hadits atau para Sahabat Rasul yang saleh dan berbudi baik. teriring harapan agar kelak sang buah hati juga beroleh akhlak mulia seperti nama besar yang ia sandang
hindari penggunaan nama yang menghamba pada kekuatan lain selain Allah misalnya: Abdul Uzza (hamba matahari), Abdul Qamar (hamba bulan) atau Abdul Nar (hamba api). juga pada nama berhala dewa-dewi yang disembah oleh orang-orang jahiliyah



Diriwayatkan dari Hani bin Zaid bahwa ketika ia datang menghadap Nabi sebagai utusan beserta kaumnya, beliau mendengar mereka memanggil salah seorang dari mereka dengan Abdul Hajar. Lantas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Siapa namamu?” la menjawab, “Abdul Hajar.” Beliau bersabda, “Tidak, kamu adalah Abdullah (hamba Allah) bukan Abdul Hajar (hamba batu)!
hindari nama yang merupakan gelar superior seperti Malikul Malik (raja diraja), Haakimul Hukkaam (hakim segala hakim), dll karena gelar-gelar superior seperti itu adalah milikNya semata
jika ingin memberikan nama-nama Allah pada sang buah hati, jangan menggunakan alif dan lam, misalnya al-‘Aziz, as-Sayyid, al-Hakiim. al-Khaliq, ar-Rahiim, al-Quddus, dll. Yang demikian tidak boleh diberikan, selain kepada Allah saja. adapun jika tanpa alif dan lam, maka diperbolehkan. Contohnya adalah: Rahman, Rahiim, Quddus, Sayyid, dll
bagaimana dengan nama-nama modern (barat)? misalnya: Alex, John, Mark, Francis, dll. sebagai Muslim sebaiknya anda memberi nama sesuai dengan tuntunan syariah agar barokah. nama-nama bayi Barat mempunyai akar nama yg merujuk pada budaya, keyakinan dan agama lain yang pasti berbeda dengan Islam kan?
Mengganti Nama Buah Hati yang maknanya Buruk

Tips Memberi Nama Bayi yang Islami – disebutkan dalam kaidah ushul Fiqh yaitu “perintah atas sesuatu merupakan larangan akan kebalikannya”. Rasulullah Saw menganjurkan agar para orang tua berusaha memberikan nama yang bagus dan bermakna baik dan sebaliknya beliau juga melarang memberikan nama yg maknanya jelek

bahkan beliau selalu mengganti nama orang yang dianggapnya jelek atau tidak bermakna. hal ini tergambar dalam sebuah hadits nabi dari Imam at-Turmudzi dan Imam Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra. dijelaskan bahwa Rasulullah mengganti nama yang dianggapnya buruk menjadi nama yg berarti:


sesungguhnya nama anak perempuan Umar bernama Aas’hiyah kemudian Rasulullah menggantinya dengan nama Jamillah

Aas’hiyah berarti wanita yg pandai berhubungan intim (merujuk pada maksiat) dan Jamillah artinya wanita yang cantik

dari sini diisyaratkan bahwa setiap nama yg mengandung makna jelek atau makna yang kurang jelas dapat diganti dengan nama yang bagus bermakna. alangkah eloknya jika nama-nama bayi ini anda siapkan dan rancang sedini mungkin sebelum sang buah hati lahir

Semoga artikel dan blog ini dapat membantu anda mempersiapkan Nama Bayi Islami yg bermakna bagus dan barokah

Rabu, 19 Agustus 2015

KISAH CINTAMU RUMIT ? COBA BANDING KAN DENGAN KISAH CINTA NABI YUSUF




Bismillah... Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu 'ala Rosulillah wa 'ala Alihi wa Ashabihi Ajma'in. Amma ba'du.

Berbicara mengenai kisah Nabi Yusuf 'alaihissalam, maka tidak melulu soal pemalsuan kematian Yusuf yang direkayasa oleh 11 saudara-saudara, atau soal tuduhan Yusuf yang mencuri sabuk kenabian kakeknya, Nabi Ishak 'alaihissalam, bukan juga soal akhir kisah bahagia kehidupan Yusuf dan keluarganya, tapi juga soal kontroversi pernikahan dan kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha. Lalu apakah benar kisah Nabi Yusuf yang begitu tersohor dan sangat masyhur secara Islam benar adanya?

Saya akan sedikit mengutip syair sekaligus doa sebagian Muslim ketika akan melakukan pernikahan, biasanya mereka memanjatkan doa :



للَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَهُمَا بِمَحَبَّتِكَ كَمَا اَلَّفْتَ بَيْنَ آدَمَ وَحَوَّى وَاَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا اَلَّفْتَ بَيْنَ يُوْسُفَ وَزُلَيْخَا وَمُحَمَّدٍ وَخَدِيْجَةِ اْلكُبْرَى وَأَصْلِحْ جَمْعَهُمَا فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَهَبْ لَهُمَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَقُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْهُمَا مِنْ عِبَادِكَ النَّافِعِيْنَ عَلَى دِيْنِكَ وَلِمَصَالِحِ اْلمُؤْمِنِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
"Ya Allah, satukan mereka berdua (pengantin laki-laki dan perempuan) dengan cinta-Mu, sebagaimana Engkau satukan antara Nabi Adam dan Hawa. Satukanlah keduanya sebagaimana Engkau satukan Nabi Yusuf dan Zulaikha, Nabi Muhammad dan Khadijah al-Kubro. Baikkanlah penyatuan keduanya di dunia dan akhirat, berikanlah rahmat dan ‘penyejuk mata’ kepada keduanya. Jadikanlah keduanya hamba-Mu yang bermanfaat terhadap agama-Mu dan kemaslahatan orang-orang yang beriman, berkat rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang."
Doa tersebut begitu masyhur dan sering diucapkan sebelum pernikahan, walau sebenarnya tidak memiliki isnad dan matan yang jelas, seperti halnya kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha menurut Isra'iliyat.

Mungkin ada banyak dari sebagian Muslim bertanya, manusia siapakah yang mempunyai kisah cinta yang paling romantis dan menyentuh qolbu?
Ada sebagian mengatakan bahwa kisah cinta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sayyidatuna Khadijah al-Kubro radiyallahu 'anha adalah yang paling masyhur.
Tapi ada sebagian Muslim lain berpendapat bahwa kisah cinta Nabi Yusuf bin Yakub 'alaihissalam dan Zulaikha adalah yang paling romantis dan menyentuh qolbu. Benarkah demikian?

Soal kisah cinta nan romantis ala Rasulullah dan Khadijah mungkin tidak perlu lagi di ragukan keshahihannya, karena memang memiliki riwayat yang begitu jelas dan riil. Tapi bagaimana dengan kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha?
Didalam riwayat Islam tidak pernah sedikitpun disebutkan perihal pernikahan Nabi Yusuf dan Zulaikha, karena memang kisah cinta Nabi Yusuf dan Zulaikha adalah pengkisahan dari Isra'iliyat. Mengapa disebut sebagai kisah Israi'liyat?
Karena memang kisah tersebut bersumber pada awal mula keturunan Nabi Yakub bin Ishak 'alaihissalam, yang akhirnya turun temurun kepada bani Israil secara umum.

Tapi didalam kisah Isra'iliyat tentu tidak serta merta ditolak begitu saja karena, dalam kisah-kisah Isra'iliyat dibagi menjadi 3 klasifikasi :
1. Kisah yang dianggap benar, karena wahyu dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan hadits tersebut.
2. Kisah yang dianggap palsu, karena wahyu dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menolak hadits tersebut.
3. Kisah yang tidak dikenali baik kebenarannya atau kesalahannya.

Sedangkan masalah kasus tersebut tidak pernah tersebutkan dalam Al Qur'anul Karim dan Al Hadits sekalipun.

• Ditinjau dari Perspektif Al Qur'an
Tidak pernah disebutkan sama sekali bahwa istri Al-Aziz (Atau Qiftir) yang termaktub dalam Al Qur'an merujuk kepada Zulaikha.
Kisah soal Nabi Yusuf dan wanita istri dari Qiftir ini dijelaskan didalam Surah Yusuf dari ayat 21 hingga seterusnya.
Sedangkan didalam Al-Qur'an terjemahan dari Departrmen Agama Republik Indonesia, Surah Yusuf pada ayat 31, ada kutipan yang menyebutkan bahwa Istri Qiftir adalah Zulaikha, Zalikha, atau Ra'il. Namu sesungguhnya nama-nama tersebut tidak berdasarkan sesuatu yang kuat sumbernya.

Dalam tafsirnya Tafsir Al Qur'an al-Hakim atau lebih masyhur dengan nama Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan bahwa Al Qur'an tidak menyebutkan sama sekali nama istri Al-, Aziz bahkan nama Al Aziz itu sendiri.
Sedangkan Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitabnya Qishash Al Anbiya' juga menyebut nama Zulaikha, namun beliau menggunakan istilah ‘qilla’, atau konon.

Maka menurut perspektif Al Qur'an sendiri nama Zulaikha masih ambigu, atau berupa qilla', jadi tidak bisa dicerna secara langsung begitu saja karena nama "Zulaikha" hanya sebagai bentuk jamak untuk memudahkan dalam penyebutan saja.

• Menurut Tarikh
Dalam kitab-kitab tafsir banyak yang menceritakan pernikahan Zulaikha dengan Nabi Yusuf. Imam Ath-Thabari meriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa ketika Nabi Yusuf keluar dari penjara dan menawarkan diri menjadi bendaharawan negara, Raja Mesir saat itu menempatkan Nabi Yusuf di posisi Al Aziz yang membelinya. Al-Aziz pun dicopot dari kedudukannya. Tak berapa lama kemudian, Al Aziz meninggal dunia, dan Raja Mesir menikahkan Nabi Yusuf dengan mantan istri Al Aziz, Ra'il atau Zulaikha.

Kisah yang sama juga diriwayatkan oleh banyak mufassir, diantaranya Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Imam Az Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf 'an Haqa'iq At Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh At Ta'wil, Imam Fakr Ad Din Ar Razi dalam tafsir Mafatih Al Ghaib, dan lain-lain.

Al Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya juga menceritakan kisah lain namun serupa yang panjang mengenai pernikahan Nabi Yusuf dengan mantan istri Al Aziz, Zulaikha. Namun muhaqqiq tafsirnya, Dr. Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Dr. Muhmud Hamid Utsman menjelaskan bahwa kisah ini sama sekali tidak benar.

Berhadapan dengan riwayat-riwayat tersebut, terdapat perbedaan pendapat antara ulama hadits dengan ulama tarikh (sejarah). Ulama hadits sepakat, riwayat seperti ini dinilai lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah sama sekali. Sebaliknya, ulama tarikh menerima riwayat seperti ini, karena standar periwayatan sejarah (yang tidak ada kaitannya dengan agama) tidak seketat standar periwayatan hadits yang berkaitan dengan agama.

Memang benar, perbedaan mengenai status Zulaikha ini tidak masuk ranah aqidah. Artinya, seseorang tidak dikategorikan sebagai zindiq atau munafiq hanya lantaran meyakini bahwa Zulaikha menikah dengan Nabi Yusuf 'alaihissalam, dan semacamnya.
Bukan bermaksud membesar-besarkan, namun kaum muslimin harus terbiasa bersikap ilmiah dan koprehensif. Dalam artian, segala yang disampaikan haruslah memiliki dasar yang jelas. Hal itu telah disampaikan oleh Allah Subhahu wa Ta'ala dalam surah Al Isra' ayat 36 :





وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚإِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا {آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا} الْآيَةَ.
Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma, dia berkata, "Ahlu Kitab membacakan Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam." Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jangan kamu benarkan Ahli Kitab dan jangan pula kamu dustai. Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami." (Shahih Bukhari)
Dari Al-Mughirah radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka." (Shahih Bukhari dan Muslim)

Senin, 17 Agustus 2015

MENGAPA RASULULLAH TIDAK DAPAT MEMBACA DAN MENULIS




Bismillah... Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu 'ala Rosulillah wa 'ala Alihi wa Ashabihi Ajma'in. Amma ba'du.

Segala yang ada pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kesemuanya adalah mukjizat dan selalu membawa hikmah yang begitu besar bila kita mau memahaminya. Termasuk juga dengan keadaan Rasulullah yang seorang ummi (buta huruf).

Kenapa Saya menyebutnya salah satu diantara puluhan mukjizat Rasulullah?
Sama seperti halnya Nabi Musa 'alaihissalam yang kesulitan dalam berbicara, begitu juga dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak dapat membaca. Keduanya merupakan mukjizat yang Allah berikan sebagai penguat dakwahnya.

Banyak dari kita yang sudah tau bahwa sebelum kedatangan Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam sering disebut dengan jaman jahiliyah / jaman kebodohan. Seperti kita maklumi bersama, bahwa yang disebut Kebodohan dalam konteks ini bukanlah kebodohan karena tidak bisa membaca, menulis, melukis, atau belum mengenal teknologi, Tapi lebih karena kebodohan karena terjerumus dalam kesesatan.

Sebelum kedatangan Rasulullah, hampir seluruh manusia yang ada dibelahan bumi manapun mulai menganut pemahaman yang sesat, dan sudah jauh meninggalkan ajaran Tauhid yang diajarkan oleh Para Nabi dan Rasul terdahulu. Hampir semua manusia menyembah berhala, kekejian dan kebatilan dimana-mana, hukum tauhid sudah ditinggalkan. Inilah pengertian harfiah dari Jaman Jahiliyah.

Dan setelah kedatangan Rasulullah dengan cahaya Islam, maka segala yang mempunyai unsur Jahiliyah secara perlahan-lahan mulai di musnahkan. Maka Kaum Jahiliyah meliputi seluruh kaum manusia yang ada di seluruh permukaan bumi ketika itu.

Tradisi di Arab di masa itu adalah sebuah aib besar bila tidak bisa menjalankannya. Orang Arab di masa itu mempunyai tradisi tidak membaca, dan menulis, karena menulis dan membaca dianggap suatu kebodohan, dan mereka lebih suka mengandalkan ingatan dan ketajaman pikiran. Jadi membaca dan menulis dianggap sebuah aib besar saat itu.

Maka hampir seluruh penduduk Arab sepenuhnya adalah Kaum Ummi, kaum yang tidak bisa membaca dan menulis. Jadi definisi Jahiliyah dan Ummi sudah sangat jauh di dalam pengertiannya.

Begitu juga dengan yang dialami Rasulullah, bahwa di masa kanak-kanak hingga menginjak remaja tidak pernah diajarkan pada Kakeknya Abdul Muthalib dan Pamannya Abu Thalib untuk membaca dan menulis, karena itulah tradisi turun temurun orang Arab.

Sama seperti kita orang Jawa harus memanggil yang lebih tua dengan sebutan Mas atau Mbak, bila tradisi tersebut tidak kita laksanakan kita akan dianggap tidak memiliki sopan santun dan tata krama. Jadi sebuah tradisi yang fundamentalis memang sulit untuk di rubah. Rasulullah pun termasuk seorang Ummi, seorang yang tidak dapat membaca dan menulis.





هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Surah Al-Jumu'ah : 2)

Imam Al- Alusi rahimahullah menjelaskan:



فالمعنى رسولاً من جملتهم أمياً مثلهم "Jadi, maknanya adalah seorang rasul dari kumpulan mereka yang ummi seperti mereka."
(Ruhul Ma’ani, 20/495. Mawqi’ At Tafasir)

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ "Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, kami tidak menulis dan tidak menghitung."
(HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)

Salah satu murid kesayangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma mengatakan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bisa membaca dan menulis.
(Tafsir Imam Qurtubi, Juz 7 hal 298)





قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا "Katakanlah, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, hanya saja aku diberi wahyu." (Surah Al-Kahfi : 110)

Lalu bagaimana bisa ketidak mampuan Rasulullah untuk membaca bisa menjadi sebuah mukjizat?
Bagaimana mungkin seorang manusia yang tidak bisa membaca dan menulis, bisa dikatakan membuat sebuah Kitab Suci yang teramat Agung kebesarannya?


Apakah ada Kitab suci di dunia ini yang bisa mengalahkan ilmu Sains selain Al Qur'an?
Tentu tidak ada. Hanya Al Qur'anul Karim satu-satu (yang benar-benar nyata) kitab suci yang mampu memgalahkan Sains sampai kapanpun.

Lihatlah Al Qur'an yang selama 1400 tahun lebih isinya tetap sama dan sama sekali tidak pernah berubah, masih suci hingga detik ini, dan tidak ada seorangpun yang bisa memalsukannya walau satu ayatpun.
Kalaupun seandainya semua Al Qur'an diseluruh dunia ini dibakar dan tidak tersisa satupun, maka akan dengan cepat para Hafiz (Penghafal) Al-Qur'an akan membuat lagi dengan isi yang sama persis dengan yang asli, tanpa perbedaan sedikitpun. Masyaa Allah...

Apakah Al-Qur'an buatan manusia seperti Muhammad? Sedangkan Rasulullah sendiri tidak bisa menulis dan membaca?





أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
(Surah An-Nisa' : 82)

*

Sebagai pembuktian sederhana saja bahwa memang Al Qur'anul Karim adalah firman Allah 'azza wa jalla yang sebenar-benarnya.





ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ "Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap..."
(Surah Al Fushshiilat : 11)





أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya."
(Surah Al Anbiya' : 30)

Di kedua ayat diatas disebutkan bahwa dahulu alam semesta masih berupa asap, bersatu, lalu dipisahkan sehingga menjadi alam semesta seperti sekarang. Semua muslim tau betul perihal itu sejak lebih dari 1400 tahun silam.

Sedangkan NASA baru mempublikasikan fakta temuan tersebut pada abad ke-21, NASA menjelaskan bahwa :
"Dahulu awal alam semesta masih berbentuk 1 Nebula (seperti sebuah kabut asap), Lalu Nebula besar tersebut memisah (Bing-bang), dan pecahan tersebut Membentuk Milayaran Galaksi dan Jutaan milyar bintang, Planet, dan semua benda angkasa lain."

Bayangkan... NASA yang dipenuhi ratusan ilmuwan jenius baru bisa menemukan fakta tersebut pada abad ke-21.
Apakah mungkin seorang manusia yang hidup di pada tahun 570 M sampai tahun 632 M, dijaman yang belum mengenal teknologi canggih seperti sekarang bisa menulis awal mula bentuk alam semesta?
Sangat tidak mungkin sekali, dan semua orang dengan taraf pemikiran paling rendah sekalipun bisa mengetahuinya bahwa itu tidaklah mungkin.

Siapa lagi yang lebih tau awal mula pembentukan alam semesta jika bukan yang menciptakan langsung alam semesta itu sendiri yaitu Allah 'azza wa jalla.
Lalu Allah mewahyukan hal tersebut kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?
Sangat mungkin sekali.





وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَىٰ مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَىٰ "Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. dari air mani, apabila dipancarkan."
(Surah An-Najm : 45-46)

Para Ilmuwan Sains pada abad ke-18 hingga abad ke-20 percaya bahwa jenis kelamin calon bayi ditentukan oleh sel Ibunya, atau dengan gabungan sel Ibu dan Ayahnya maka jenis kelamin baru bisa ditentukan. Tapi Al Qur'an berkata lain, seperti dijelaskan dalam ayat diatas bahwa jenis kelamin calon bayi sepenuhnya ditentukan air mani pihak Laki-laki (Ayah).

Lalu mana yang benar? Ilmuwan Sains atau Al-Qur'an?
Ilmuwan abad ke-21 mengakui kebenaran Al Qur'an bahwa kini dipahami bahwa jenis kelamin ditentukan sel sperma dari laki-laki, dan perempuan tidak memiliki peran apapun dalam proses ini. Kromosom merupakan unsur utama dalam penentuan jenis kelamin. 2 dari 46 kromosom yang menentukan struktur seorang manusia diketahui sebagai kromosom jenis kelamin. 2 kromosom ini dinamakan XY pada laki-laki dan XX pada perempuan, karena bentuk-bentuk kromosom ini mirip dengan huruf X dan Y. Kromorom Y membawa gen yang mengkode sifat laki-laki, sedangkan kromosom X membawa gen yang mengkode sifat perempuan.

Apa mungkin seorang yang hidup di abad ke-7 bisa mengetahui secara detail proses reproduksi dengan begitu detail, sedangkan manusia yang memiliki alat super canggih di abad ke-21 baru bisa mengetahuinya?
Bahkan seorang Professor Leon Keith Moore sekalipun menyerah kepada Al Qur'an dan mengakui kebenaran Islam dan Al Qur'an.

Siapa lagi yang mengetahui rahasia penciptaan awal manusia bila bukan Allah 'azza wa jalla, dan lalu Allah mewahyukan hal tersebut kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Jadi inilah hikmah sekaligus mukjizat dari ketidak mampuan Rasulullah untuk menulis dan membaca, dan Al Qur'an adalah mukjizat terbesar Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah. Allahu akbar...



وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ ءَامَنُوْا كَمَا ءَامَنَ النَاسُ قَالُوْا أَنُؤْمِنُ كَمَا ءَامَنَ السُّفَهَاءُ أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُوْنَ

"Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu."
Wallahu a'lam bisshawab...