Kamis, 10 September 2015

MERAIH KECINTAAN ALLAH



Orang-orang yang meyakini adanya hari kebangkitan pasti mengharapkan turunnya kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka. Sebab, pada saat itu, kengerian yang terjadi merata di mana-mana.



Hal-hal yang berharga di sisi manusia tak lagi dipedulikan. Mereka lupa akan saudaranya, ibunya, ayahnya, istrinya, anak-anaknya.



Yang mereka pikirkan hanya keselamatan dirinya. Sampai-sampai ucapan para nabi ketika itu hanyalah, “Ya Allah, selamatkan, selamatkan”, sedangkan orang-orang yang Allah cintai tidak merasakan takut dan tidak bersedih hati ketika itu.



Semua manusia berpeluang untuk mendapatkan kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala, sekalipun orang kafir. Ya! Selama orang kafir tersebut masih hidup, kemudian mengganti kekufurannya dengan tauhid dan mengganti amalan-amalan dosanya dengan ketaatan. Jadi, kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala dapat diraih dengan usaha dari seorang hamba.



Kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala akan turun kepada hambaNya dengan syarat tertentu. Syarat tersebut hanya sedikit di antara hamba-hambaNya yang dapat memenuhinya. Di antara hal-hal yang menjadi sebab turunnya kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala adalah:



Pertama, meraih kecintaan Allah dengan takwa, kaya hati, dan tersembunyi. Seorang hamba yang memiliki ketiga karakter tersebut, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan mencintainya. Disebutkan dalam Shahih Muslim No. 2965 bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, kaya, dan tersembunyi.”



Takwa adalah mengamalkan segala perintah Allah di atas cahayaNya dengan niat mengharap wajahNya dan menjauhi segala larangan Allah di atas cahayaNya dengan alasan takut terhadap azabNya. Karena itu, orang yang hendak mencapai derajat takwa hendaklah bersemangat menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan, bersemangat untuk mengetahui cahaya Allah berupa ilmu syar’i yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits serta bersemangat untuk memperbaiki niat ketika beramal. Andaikan ketakwaan tersebut sudah dicapai oleh seorang hamba, maka Allah akan mencintainya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,



ۚإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

“Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At Taubah: 4)



Sikap takwa itu dikerjakan di mana pun seseorang berada. Tidak hanya dilakukan di tempat-tempat yang di sana orang-orang melihatnya, tetapi juga di tempat-tempat yang tidak terlihat oleh seorang pun, karena Allah senantiasa melihat hamba-hambaNya di mana pun mereka berada. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada dan iringilah amalan jelek dengan amalan baik, sehingga itu akan menghapuskannya.” (HR. At Tirmidzi, dihasankan Al Albani dalam Al Misykat No. 5083)



Dalam hadits riwayat Muslim di atas, kaya yang dimaksud adalah kaya hati bukan kaya dari sisi harta benda. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,



“Bukanlah kaya itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kaya itu adalah kaya hati.” (HR. Bukhari No. 6446)



Kaya hati adalah sikap merasa cukup yang dimiliki seseorang dengan apa yang Allah berikan dari rezeki dan tidak bersikap tamak, sehingga ia bersikap zuhud (sedikitnya keinginan) terhadap dunia. Hal ini pun dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam yang lain, beliau bersabda,



“Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah No. 4102)



Tersembunyi maksudnya adalah menyembunyikan amalannya. Seorang hamba melakukan amalan-amalan saleh, mengerjakan berbagai kebaikan tanpa ditampakkan kepada manusia. Dia tidak suka terhadap pujian dan sanjungan manusia. Dia tidak suka dilihat manusia ketika beramal. Yang dia inginkan hanya balasan dari Allah. Hal ini lebih memudahkan seseorang untuk ikhlas dalam beramal dibanding ketika beramal dalam keadaan terlihat oleh manusia.



Kedua, meraih kecintaan Allah dengan menunaikan amalan-amalan sunnah setelah mengerjakan amalan-amalan yang wajib.

Pada hadits ke-38 di kitab Al Arba’un An Nawawiyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



“Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Siapa saja yang memusuhi waliKu maka Aku umumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada amalan-amalan yang wajib. Dan terus menerus hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku mencintainya’.” (HR. Bukhari No. 6502)



Ketiga, meraih kecintaan Allah dengan saling mencintai sesama muslim karenaNya, saling mengunjungi karenaNya, dan saling menderma karenaNya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



“Allah berfirman, ‘Wajib kecintaanku turun bagi orang-orang yang saling mencintai karenaKu, bagi mereka yang duduk-duduk karenaKu, bagi mereka yang saling mengunjungi karenaKu, dan bagi mereka yang saling menderma karenaKu’.” (HR. Malik, Ahmad, Al Baihaqi, disahihkan Al Albani dalam At Targhib wat Tarhib)



Keempat amalan tersebut dilakukan dengan didasari maksud karena Allah subhanahu wa ta’ala bukan karena keuntungan pribadi, atau tujuan-tujuan duniawi lainnya.



Dalam Shahih Muslim disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada seseorang yang akan mengunjungi temannya di daerah lain. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat dengan wujud lain yang menghampirinya dalam perjalanan.



Malaikat tersebut berkata, “Ke mana kau hendak pergi?”



Dia menjawab, “Aku hendak menemui temanku di daerah ini.”



Malaikat berkata, “Apakah engkau hendak mengambil suatu manfaat darinya?”



Dia berkata, “Tidak, aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah.”



Malaikat berkata, “Aku adalah utusan Allah (malaikat). Sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai temanmu tersebut karenaNya.” (HR. Muslim No. 4656, 6714)



Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang pantas untuk dicintaiNya. Allahumma Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar